Contents
Apa itu Stroke
in progress of translating content
Oleh DR. Med. Dr. Nyityasmono Tri Nugroho, Sp.B
Sebelum mengenal Gejala Stroke Akibat Sumbatan pada Arteri Karotis, Stroke adalah penyakit yang berbahaya. Terbagi menjadi dua jenis besar, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik/perdarahan. Kali ini kita akan membahas lebih detail mengenai stroke iskemik yang berkaitan dengan adanya sumbatan di arteri karotis.
Salah satu gejala stroke yang bisa dikenali adalah amaurosis fugax atau Transient Monocular Visual Loss (TVML), itulah istilah medis untuk kehilangan pandangan pada mata untuk beberapa saat, selama 2-5 detik dan akan normal kembali setelah beberapa menit atau jam dan akan kembali normal tanpa adanya sequale.
Hal ini paling sering diakibatkan oleh adanya iskemia yang sifatnya sementara pada retina mata. Penyebab iskemia ini bisa bermacam-macam dan salah satunya adalah adanya sumbatan pada arteri karotis yang berakibat terbentuknya emboli.
Arteri karotis merupakan arteri utama yang memperdarahi otak dan seluruh daerah kepala, disamping adanya sistem vertebrobasiler. Allah swt telah menganugerahi sistem peredaran darah di otak dengan sangat sempurna melalui banyaknya cabang-cabang arteri dan vena yang saling bertautan. Kali ini akan dibahas mengenai sumbatan di karotis dan penanganan secara intervensi bedah vaskuler.
Plaque di Arteri Karotis dan Bahayanya
Arteri karotis komunis terdapat di kanan dan kiri leher. Masing-masing arteri karotis komunis membentuk percabangan sebagai arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Arteri karotis interna memperdarahi sebagian besar ke otak dan arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, scalp dan area leher. Sesaat sebelum percabangan arteri karotis terdapat bulbus karotikus, yaitu situs anatomi di arteri karotis komunis yang sedikit menggembung. Di bulbus karotikus (carotid bulb) inilah tempat predileksi adanya plak atherosklerosis pada arteri karotis komunis dan 15-20% kasus stroke ischemik berhubungan dengan plak atherosklerosis pada arteri karotis.[i]
Plak di dinding bagian dalam arteri merupakan kelanjutan proses dari pengerasan dan penebalan arteri. Proses ini merupakan proses degeneratif, yang hampir mustahil untuk dihindari. Yang dapat kita lakukan adalah memperlambat prosesnya, yaitu dengan berolahraga rutin dan tidak merokok. Plak terdiri dari kumpulan kolesterol, lemak, kalsium, fibrin dan produk-produk sisa dari sel yang menggumpal. Plak bisa menyumbat suatu arteri pada seluruh lumen maupun hanya sebagian lumen. Keadaan plak yang tidak stabil bisa memicu terjadinya emboli, jika sebagian dari plak ini terlepas dan menuju ke aliran arteri, kemudian menyumbat lumen arteri yang ukurannya lebih kecil daripada embolan, maka bisa menyumbat total arteri tersebut.
Plak di arteri karotis sangat berbahaya. Terutama plak yang sifatnya tidak stabil dan apabila plak tersebut memiliki intimal flap. Intimal flap merupakan kondisi endotel pada plak yang mengalami diseksi pada lapisan intima-media, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya true lumen dan false lumen pada arteri karotis. Keadaan lain yang juga berbahaya adalah adanya ulserasi pada plak tersebut, yang memicu terbentuknya embolan yang berukuran besar.
Meskipun di dalam peredaran darah otak telah dirancang sedemikian canggih oleh Allah swt, namun tetap saja jika ada sumbatan di suatu arteri, tidak selamanya akan ditoleransi oleh tubuh. Sumbatan atau embolan yang kecil jika mengenai suatu arteri yang kecil, juga akan mengakibatkan ischemia daerah tersebut dan bisa mengakibatkan gejala stroke.
Peran Ultrasonografi pada Plak Karotis
Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas pencitraan non-invasif yang dapat memberikan gambaran plak pada karotis dengan sangat jelas. Salah satu indikasi dilakukannya pencitraan dengan USG karotis adalah jika pasien ada gejala TIA atau ada bruit di karotis pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan dengan USG dapat memberikan gambaran anatomi pada arteri karotis dan jika ditambah dengan Doppler, maka akan bisa terlihat gambaran aliran darah pada arteri karotis tersebut.
Dengan USG, bisa terlihat berapa persen stenosis akibat plak atherosklerosis pada arteri karotis, kondisi plak, adakah ulserasi pada plak tersebut, keadaan tunika intima, tunika media dan tunika adventitia. Pada beberapa kasus bisa dijumpai keadaan diseksi arteri karotis ataupun intimal flap seperti penjelasan di atas.
Intima-Media Thickness (IMT) arteri karotis merupakan pengukuran ketebalan kompleks tunika intima dan media pada pemeriksaan USG karotis. Pengukuran IMT ini tergolong sangat mudah, sederhana, non-invasif, bisa diulang kapanpun, dan hanya perlu menggunakan USG pada modus B-mode. Tidak diperlukan USG Doppler pada pemeriksaan IMT ini. Sebuah meta-analysis menyatakan bahwa IMT yang bertambah, mengindikasikan sebagai prediktor kuat untuk kejadian penyakit kardiovaskular dan stroke di kemudian hari.
Dan pada tahun 2010, ACCF/AHA (American College of Cardiology Foundation/American Heart Association) menyatakan bahwa penggunaan data IMT karotis sebagai penentuan risiko penyakit kardiovaskuler memiliki level evidence kelas IIa (setidaknya satu controlled-study tanpa randomisasi). Ketebalan IMT karotis yang dinyatakan sebagai faktor risiko adalah lebih dari 15 mm, meskipun beberapa jurnal memberi range sekitar 11-12 mm.
Apakah diperlukan adanya suatu skrining arteri karotis khusus untuk menekan terjadinya kejadian stroke? Pertanyaan ini kadang muncul jika usia kita sudah menginjak usia paruh baya. Apalagi jika memiliki faktor risiko atherosclerosis seperti hipertensi, kolesterol darah tinggi dan merokok aktif.
Dikatakan pada suatu Guidelines SVS (Society for Vascular Surgery) untuk tatalaksana penyakit karotis ekstra kranial, bahwa indikasi skrining pada pasien untuk penyakit stenosis karotis ini berbeda-beda. Pada pasien yang jelas telah ada riwayat gejala neurologis, maka mutlak dilakukan pencitraan pada karotis terutama bulbus karotikus.
Bisa dilakukan dengan USG ataupun dengan angiografi. Meskipun gejala neurologis sederhana seperti adanya amaurosis fugaks ataupun pada pemeriksaan funduskopi ditemukan Hollenhorst plaque. Hollenhorst plaque merupakan embolus kolesterol yang terdapat pada pembuluh darah retina yang terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.
Pada pasien yang tidak memiliki gejala neurologis, skrining pada arteri karotis masih kontroversial. Pada beberapa studi, dikatakan jika pada suatu daerah/wilayah memiliki prevalensi stenosis arteri karotis lebih dari 20%, maka sebaiknya skrining dilakukan pada daerah tersebut. Skrining terhadap pasien asimptomatik ini sangat berkaitan dengan adanya biaya. Pada pasien yang memiliki bruit karotis namun tidak menunjukkan gejala neurologis, hal ini dikembalikan kepada preferensi dokter. Menurut data, prevalensi stenosis karotis sebesar lebih dari 75%, hanya 1.2% yang memiliki bruit karotis pada pemeriksaan fisiknya
Tatalaksana Non Bedah dan Pembedahan
Tatalaksana pasien dengan sumbatan arteri karotis adalah dimulai dengan modifikasi gaya hidup. Yang paling penting adalah stop merokok, makan makanan sehat dan olahraga secara teratur. Dengan modifikasi gaya hidup diharapkan dapat menambah efektivitas dari terapi yang diberikan oleh dokter.
Secara garis besar, untuk penatalaksanaan sumbatan arteri karotis adalah dengan medikamentosa (obat-obatan) dan pembedahan, baik pembedahan terbuka maupun pembedahan secara minimal invasif. Baik penatalaksanaan secara bedah maupun non-bedah, semuanya kembali kepada ada atau tidaknya gejala sumbatan arteri karotis.
Pada pemberian obat-obatan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Penyakit degeneratif banyak menjadi faktor risiko dari penyakit atherosklerosis. Sehingga, yang terpenting adalah memberikan tatalaksana pada faktor-faktor risiko tersebut.
Tatalaksana terhadap hipertensi, diabetes mellitus, abnormalitas pada lemak dan turunannya, dan anti-trombosis penting dalam pengobatan pasien dengan stenosis arteri karotis. Pada penatalaksanaan hipertensi, target tekanan darah pasien berkisar <140/90 mmHg, hal ini dikarenakan dengan penurunan 10 mmHg tekanan darah akan menurunkan angka kejadian stroke sebesar 33%. Untuk penatalaksanaan diabetes mellitus, diharapkan angka HbA1C <7% dan menjaga kadar gula darah puasa tetap di kisaran normal.
Penurunan hitung kolesterol dan turunan lemak lain juga harus diperhatikan, meskipun pada beberapa studi menyatakan bahwa hubungan antara hiperkolesterolemia dengan insidens stroke masih belum jelas. Pada suatu studi dinyatakan bahwa setiap penurunan 10% LDL serum maka akan menurunkan risiko terjadinya stroke hingga >15%.
Penggunaan derivat statin dapat menurunkan risiko stroke 15-30%. Penggunaan aspirin setiap hari sebagai agen anti-trombosis disarankan oleh US Preventive Services Task Force untuk menurunkan risiko terjadinya morbiditas pada penyakit kardiovaskular secara umum.
Dosis yang dinyatakan untuk pencegahan stroke atau TIA adalah 50-325 mg per hari. Pemberian antikoagulan seperti warfarin nampaknya kurang efektif jika dibandingkan dengan pemberian aspirin atau clopidogrel sebagai antiplatelet.vii
Pada pasien dengan gejala TIA atau stroke, dengan sumbatan karotis yang berat, maka tatalaksana pembedahan sebaiknya dilakukan sebisa mungkin jika tidak ada penghalang, seperti penyakit kardiopulmoner yang berat atau adanya infark serebri luas, baik dengan pembedahan terbuka (Carotid endarterectomy-CEA) ataupun pembedahan minimal invasive (Carotid Aretery Stenting-CAS).
Sedangkan pada pasien yang memiliki sumbatan karotis namun tidak memberikan gejala, maka pengobatan medikamentosa adalah pilihan yang terbaik saat ini, dengan pemeriksaan berkala terhadap perkembangan plak karotis. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pemberian aspirin memberikan hasil yang baik, disertai dengan olahraga teratur berupa aerobic >30 menit selama 5 hari atau lebih dalam seminggu, dan diet rendah lemak. Postur tubuh dijaga pada IMT kurang dari 25 kg/m2 juga penting
Carotid-Endarterectomy (CEA) atau Carotid Artery Stenting (CAS)
Terkadang para klinisi mendapatkan dua pilihan antara dilakukan pembedahan terbuka atau minimal invasif untuk mengintervensi suatu sumbatan pada karotis.
Menurut ESVS (European Society Guidelines for Vascular Surgery) Guidelines tahun 2012, bahwa untuk pencegahan stroke jangka menengah, CAS dan CEA memiliki hasil yang sama. Jika ada risiko untuk dilakukan operasi terbuka dengan CEA, maka CAS sebaiknya ditawarkan pada pasien.
Risiko ini dinilai dari keahlian masing-masing ahli bedah vaskular pada suatu center, berkaitan dengan kondisi anatomi letak plak, kejadian contralateral laryngeal nerve palsy, riwayat radical neck dissection sebelumnya, radiasi leher sebelumnya, riwayat CEA sebelumnya, atau letak bifurkasio karotis yang tinggi. Pilihan pembedahan terbuka dengan CEA memberikan peluang terhadap individu yang tidak memiliki risiko tinggi terhadap pembedahan.
Sebuah meta analisis terhadap penelitian RCT CAS memberikan risiko stroke dalam 30 hari lebih besar sedikit pada kelompok dengan CAS, meskipun demikian untuk angka keberhasilan CAS dan CEA dalam jangka 2-3 tahun memberikan hasil yang tidak berbeda.
Kesimpulan
Sumbatan pada arteri karotis tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tidak perlu dilakukan suatu skrining menyeluruh pada umur tertentu untuk mendeteksi sumbatan karena plak karotis.
Penatalaksanaan yang tepat, mulai dari modifikasi gaya hidup dan stop merokok, medikamentosa hingga terapi pembedahan, baik pembedahan terbuka dengan CEA maupun minimal invasif dengan CAS, dapat memberikan hasil yang maksimal untuk menurunkan kejadian stroke di kemudian hari.
Sumber
Ilyas S. Amaurosis Fugaks. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1987. Hal 205-206
Majid M Mughal, Mohsin K Khan, J Kevin DeMarco, Arshad Majid, Fadi Shamoun, George S Abela. Symptomatic and asymptomatic carotid artery plaque. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2011 October ; 9(10): 1315–1330
Majid M Mughal, Mohsin K Khan, J Kevin DeMarco, Arshad Majid, Fadi Shamoun, George S Abela. Symptomatic and asymptomatic carotid artery plaque. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2011 October ; 9(10): 1315–1330
Lorenz MW, Markus HS, Bots ML, Rosvall M, Sitzer M. Prediction of clinical cardiovascular events with carotid intima-media thickness: A systematic review and meta-analysis. Circulation, 2007; 115: 459-467
Nezu T, Hosomi N, Aoki S, Matsumoto M. Carotid intima-media thickness for atherosclerosis (review). Journal of Atherosclerosis and Thrombosis, 2016; 23: 18-31.
Allan B Dunlap, Gregory S Kosmorsky, Vikram S Kashyap. The fate of patients with retinal artery occlusion and Hollenhorst plaque. J Vasc Surg. 2007;46:1125-9.
John J Ricotta, Ali AbuRahma, Enrico Ascher, Mark Eskandari, Peter Faries, Brajesh K Lal. Updated Society for Vascular Surgery guidelines for management of extracranial carotid disease. 2011. Journal of Vascular Surgery;54:e1-e31.
Lanzino G, Rabinstein AA, Brown RD. Treatment of carotid artery stenosis: medical therapy, surgery, or stenting. Mayo Clin Proc. 2009;84(4):362-368
JD Kakisis, ED Avgerinos, CN Antonopoulos, TG Giannakopoulos, K Moulakakis, CD Liapis. Review-The European Society for Vascular Surgery Guidelines for carotid intervention: An updated independent assessment and literature review. European Journal of Vascular and Endovascular Surgery;2012:44:238-243