Aritmia adalah gangguan irama jantung akibat adanya kerusakan pada sistem kelistrikan di organ tersebut. Ada banyak jenis aritmia yang bisa terjadi, namun yang paling umum adalah jenis atrial fibrilasi. Orang yang mengidap atrial fibrilasi berisiko lebih besar mengalami stroke. Karena itu, aritmia harus segera dirawat.
Sayangnya, perbandingan jumlah pengidap aritmia dan jumlah dokter ahli aritmia di Indonesia masih jauh dari kata cukup. Saat ini, diperkirakan ada sekitar tiga juta orang pengidap atrial fibrilasi di Indonesia, sementara jumlah dokter spesialis jantung dan pembuluh darah ahli aritmia hingga tahun 2024 baru mencapai 46 orang.
Untuk menjadi ahli aritmia, seorang dokter harus menekuni ilmu elektrofisiologi, bidang yang mempelajari sistem kelistrikan jantung secara khusus. Pada kondisi normal, listrik jantung lah yang akan mengatur irama atau laju jantung. Karena itu, saat sistem kelistrikannya rusak, maka akan ada gangguan irama jantung. Jika dibiarkan, gangguan irama jantung tidak hanya bisa berujung pada stroke, tapi juga henti jantung mendadak.
dr. Sebastian Andi Manurung, Sp.JP (K), dokter spesialis jantung konsultan elektrofisiologi yang memiliki keahlian khusus dalam menangani aritmia dari Mandaya Royal Hospital Puri, menjelaskan bahwa aritmia bisa diatasi dengan prosedur ablasi.
Proses ablasi dilakukan menggunakan kateter yang dimasukkan ke pembuluh darah lewat sayatan kecil di area paha. Pada kateter tersebut terdapat alat khusus yang akan memblokir sinyal listrik jantung berlebih yang menyebabkan jantung berdetak tidak beraturan. Selama prosedur dilakukan, dokter akan terus memperhatikan detak jantung secara langsung, sehingga apabila sumber listrik yang terganggu tersebut sudah padam, maka akan terlihat dari hasil rekam jantung yang kembali normal.
Ablasi tidak termasuk tindakan besar, karena prosesnya bisa dilakukan tanpa bius total, sehingga selama tindakan, pasien dalam keadaan sadar. “Prosesnya sekitar dua jam, kurang lebih, lalu setelah itu pasien akan diobservasi sekitar satu hari, lalu setelah itu boleh pulang,” jelas dokter yang termasuk salah satu dari 15 dokter spesialis jantung di Heart and Vascular Center Mandaya Royal Hospital Puri ini.
Proses ablasi bisa dilakukan menggunakan alat dua maupun tiga dimensi. Namun, teknologi ablasi 3D memiliki kelebihan bisa memberikan gambaran struktur jantung secara lebih rinci, begitu juga dengan lokasi kerusakan yang perlu diperbaiki. “Masing-masing ada indikasinya, sebagian ada yang cukup pakai dua dimensi saja, sebagian ada yang disarankan pakai tiga dimensi,” jelasnya.
Secara umum, baterai alat pacu jantung bisa bertahan 5-10 tahun, tergantung dari merk dan jenis alat yang digunakan. Pada beberapa kasus, baterai alat pacu jantung rusak sebelum waktunya, namun hal ini sangat jarang terjadi.
Berkurangnya tenaga baterai alat pacu jantung terjadi secara bertahap, sehingga tidak akan langsung berhenti berfungsi. Selama proses ini, ada beberapa gejala yang mungkin dirasakan, seperti:
- Jantung berdetak tidak beraturan, terlalu cepat, atau terlalu lambat
- Tiba-tiba merasa pusing
- Nyeri dada
- Sulit bernapas
- Kedutan di area dada
Jika tidak segera diganti, maka komplikasi seperti terbentuknya gumpalan di pembuluh darah dan serangan jantung bisa terjadi. Untuk mencegahnya, maka pengguna alat pacu jantung harus rutin kontrol ke dokter.
Dokter akan memeriksa kondisi alat pacu jantung menggunakan metode khusus sehingga penurunan fungsi alat bisa dideteksi sejak dini. Umumnya, tanda-tanda penurunan fungsi alat pacu jantung akan terlihat beberapa bulan sebelum baterai habis. Beberapa alat juga ada yang akan mengeluarkan suara saat penggantian harus dilakukan.
Sama halnya dengan prosedur ablasi, pemasangan alat pacu jantung maupun penggantiannya juga dapat dilakukan oleh dokter spesialis jantung konsultan elektrofisiologi. Proses penggantian alat pacu jantung sendiri tergolong lebih sederhana jika dibandingkan dengan saat pemasangan dan hanya memakan waktu selama kurang lebih dua jam, sehingga pemulihannya juga tidak butuh waktu lama.
Prosedur ini juga hanya memerlukan bius lokal, sehingga selama alat diganti, pasien tetap dalam keadaan sadar. Sebagian pasien bahkan bisa langsung pulang setelah prosedur, namun ini tergantung dari kondisi kesehatan masing-masing.
Perlu diingat, pasien yang sudah menjalani prosedur ablasi maupun pemasangan alat pacu jantung masih perlu menjalani pola hidup sehat dan rutin memeriksakan diri ke dokter. Waspadai gejala-gejala mengganggu yang bisa menandakan kembalinya kerusakan jantung.
Buat janji temu Anda dengan dokter spesialis aritmia sekarang juga lewat Chat Whatsapp, halaman Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store. Selain janji temu, Anda juga bisa memantau nomor antrian dan mendapatkan informasi lengkap lainnya di sana.