Penyakit tiroid adalah gangguan kesehatan yang yang menyebabkan gangguan pada produksi hormon tiroid. Kelenjar tiroid adalah organ kecil di leher depan yang berbentuk kupu-kupu yang memproduksi memproduksi hormon penting untuk mengatur metabolisme tubuh.
Jenis-jenis penyakit tiroid
Hipertiroid dan hipotiroid adalah dua jenis penyakit tiroid yang paling umum terjadi. Namun, ada beberapa jenis gangguan yang bisa terjadi tiroid:
Hipotiroid
Kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan hormon tiroid yang kurang dari biasanya. Ini dapat menyebabkan penurunan energi, peningkatan berat badan, kelelahan, dan kulit kering.
Hipertiroid
Kelenjar tiroid terlalu aktif dan menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan. Gejala yang mungkin terjadi termasuk penurunan berat badan, peningkatan denyut jantung, kecemasan, dan gemetar (tremor).
Tiroiditis
Peradangan pada kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan hipotiroidisme atau hipertiroidisme sementara.
Gondok
Pembengkakan kelenjar tiroid yang bisa disebabkan oleh kekurangan yodium atau masalah metabolik lainnya.
Tumor tiroid
Munculnya tumor di kelenjar tiroid sehingga menyebabkan pembengkakan dan meningkatkan produksi hormon tiroid.
Kanker tiroid
Tumbuhnya sel-sel abnormal di kelenjar tiroid sehingga mengganggu fungsinya. Kanker bersifat ganas dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain.
Pengelolaan penyakit tiroid bergantung pada jenis dan tingkat keparahannya. Ini dapat mencakup penggunaan obat-obatan untuk mengatur produksi hormon tiroid, terapi radiasi, atau dalam kasus yang parah, pembedahan untuk mengangkat sebagian atau seluruh kelenjar tiroid.
Penyakit tiroid adalah masalah kesehatan yang umum dan dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Dengan memahami gejalanya, mengenali faktor risiko, melakukan langkah pencegahan, dan mengelola penyakit dengan baik Anda dapat mengurangi dampak negatifnya dan menjaga kesehatan tiroid secara optimal. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter jika mengalami gejala penyakit tiroid atau memiliki riwayat keluarga dengan masalah tiroid.
Kapan harus ke dokter?
Segera berkonsultasi ke dokter bila Anda mengalami gejala-gejala yang disebutkan di atas, terlebih jika terjadi pembengkakan di bagian leher.
Jangan ragu untuk berkonsultasi di Mandaya Hospital. Pusat Tiroid Indonesia kami dapat memberikan pelayanan terbaik untuk menangani berbagai keluhan tiroid lainnya. Didukung oleh dokter spesialis berpengalaman serta peralatan medis yang lengkap, kami dapat memberikan penanganan mulai dari pengobatan hingga prosedur ablasi untuk mengatasi tiroid.
Lihat juga: Hipertiroid Bisa Sembuh di Mandaya Royal Hospital Puri Tanpa Ketergantungan Obat
Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store. Selain janji temu, Anda juga bisa memantau nomor antrian dan mendapatkan informasi lengkap lainnya di sana.
PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome), atau sindrom polikistik ovarium atau adalah kondisi ketika sel telur tidak matang sempurna, sehingga berukuran kecil, akibat gangguan keseimbangan hormon reproduksi. Sel telur yang tidak matang ini akhirnya membentuk kista-kista kecil dalam jumlah banyak.
Sering kali, PCOS disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormon pada wanita usia subur. Salah satu masalah yang muncul dari sindrom polikistik ovarium ini adalah orang yang mengalaminya jadi sulit hamil.
Penyebab Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
Penyebab pasti PCOS hingga kini belum diketahui. Namun, kemungkinan PCOS terjadi akibat masalah hormon yang tidak seimbang.
Wanita memiliki hormon estrogen dan progesteron. Dalam jumlah kecil, wanita juga memiliki hormon testosteron, yakni hormon pria, di dalam tubuhnya. Ketidakseimbangan hormon reproduksi inilah yang dapat menyebabkan seseorang mengalami PCOS.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami PCOS:1. Tingkat androgen yang tinggi
Normalnya, wanita memang memiliki hormon androgen, yakni testosteron di dalam tubuhnya dalam jumlah yang sangat kecil.
Ketika kadar hormon testosteron dalam tubuh wanita berlebihan, kondisi ini bisa membuat ovarium tidak dapat melepaskan sel telur yang sudah matang saat ovulasi.
Hal ini bisa berdampak pada siklus menstruasi dan kesuburan wanita.
2. Resistensi insulin
Insulin berguna untuk membantu sel tubuh memecah kadar gula darah. Bila sel tubuh resisten atau kebal terhadap insulin, glukosa akan tetap berada di dalam darah dan meningkatkan kadar glukosa darah. Kadar insulin yang terlalu tinggi dapat membuat tubuh menciptakan terlalu banyak hormon androgen yang memengaruhi proses ovulasi dan menyebabkan PCOS.
3. Genetik
Sindrom polikistik ovarium cenderung diturunkan dalam satu keluarga. Apabila ibu, bibi, atau saudara perempuan Anda ada yang mengalami PCOS, maka risiko Anda untuk mengalami hal serupa pun lebih besar.
4. Inflamasi ringan
Sebuah studi menunjukkan bahwa orang yang mengalami peradangan (inflamasi) kronis dalam level ringan juga berpotensi mengalami PCOS.
Ini karena kista-kista kecil yang terbentuk mungkin saja memproduksi androgen.
Selain itu, orang yang memiliki obesitas juga diketahui memiliki angka peradangan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang punya berat badan ideal.
Wanita dengan PCOS memiliki kadar hormon androgen yang berlebihan. Hal ini menyebabkan ovarium tidak dapat melepaskan sel telur yang matang. Sebaliknya, justru menciptakan sel telur kecil dan tidak matang, yang berkembang menjadi kantung-kantung kecil berisi cairan (kista) pada ovarium.
Saat seorang wanita tidak mengalami ovulasi, menstruasi juga mungkin saja tidak terjadi. Maka itu, gejala utama PCOS yang paling khas adalah siklus menstruasi yang tidak teratur.
Anda mungkin hanya mengalami haid kurang dari delapan kali dalam setahun, memiliki jarak siklus haid yang pendek kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari. Pada sebagian wanita PCOS juga dapat menyebabkan menstruasi berhenti.
Selain itu sekitar 70% wanita dengan PCOS juga dapat mengalami hirsutisme, yaitu pertumbuhan rambut ekstra pada wanita di bagian wajah, dagu, atau bagian tubuh lain di mana pria biasanya memiliki rambut.
Berikut ini adalah beberapa gejala PCOS:
Menstruasi tidak teratur
Tidak mengalami menstruasi sama sekali
Pertumbuhan jerawat di wajah, dagu, dada, dan punggung bagian atas (hirsutisme)
Berat badan bertambah atau kesulitan menurunkan berat badan
Penipisan rambut atau rambut rontok di kulit kepala, seperti pola kebotakan pada pria
Area lipatan kulit yang menggelap, seperti di lipatan leher, di pangkal paha, serta di bawah payudara
Tag kulit, yaitu pertumbuhan kulit berlebih berukuran kecil yang biasanya tumbuh di ketiak atau area leher
Biasanya, dokter mengetahui Anda memiliki PCOS dari serangkaian tes kesuburan wanita. Meski demikian, USG transvagina juga dapat menunjukkan ada tidaknya kista-kista kecil yang terbentuk.
Meskipun tidak bisa disembuhkan tetapi pengobatan dapat diberikan untuk mengontrol gejala PCOS yang menyebabkan Anda merasa tidak nyaman.
Perubahan gaya hidup
Kelebihan berat badan adalah salah satu faktor yang menyebabkan Anda mengalami PCOS. Jika Anda memiliki kelebihan berat badan, dokter dapat menyarankan untuk lebih rajin berolahraga dan menjalankan pola makan sehat dengan diet rendah kalori.
Penurunan berat badan dapat membantu mengurangi gejala, meningkatkan efektivitas obat PCOS bahkan memperbaiki masalah kesuburan.
Pemberian obat-obatan
Untuk mengembalikan ketidakseimbangan hormon dokter dapat memberikan:
Kombinasi pil KB yang mengandung estrogen dan progesteron untuk menekan produksi androgen. Obat ini dapat membantu memperbaiki siklus haid, mengurangi pertumbuhan rambut ekstra dan jerawat.
Terapi progesteron selama 10 sampai 14 hari setiap 1 sampai 2 bulan. Terapi ini dapat memperbaiki siklus haid dan melindungi dari kanker endometrium. Terapi ini juga tidak akan mencegah kehamilan.
Dokter juga dapat merekomendasikan pemberian obat-obatan hormon seperti clomifene, letrozole dan metformin untuk membantu mengatur siklus menstruasi sehingga Anda bisa lebih mudah mendapatkan kehamilan.
Prosedur medis khusus
Dokter dapat juga menyarankan metode pengobatan lain sesuai kebutuhan. Electrolysis adalah salah satu prosedur medis untuk menghilangkan rambut ekstra di tubuh. Anda juga bisa mendapatkan perawatan untuk menghilangkan jerawat. Pembedahan ovarium mungkin juga jadi pilihan untuk membuat ovarium bekerja lebih baik.
PCOS adalah salah satu penyebab umum infertilitas pada wanita. Kehamilan pada wanita dengan PCOS juga memerlukan perhatian khusus karena lebih berisiko.
Selain itu, PCOS juga telah dikaitkan dengan berbagai kondisi medis lain termasuk diabetes, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol jahat tinggi, gangguan sleep apnea, depresi dan kecemasan serta kanker endometrium.
Maka dari itu segera periksakan ke dokter jika Anda mengalami gejala PCOS seperti haid tidak teratur maupun gejala lain yang telah disebutkan di atas. Dengan penanganan yang tepat wanita pemilik PCOS bisa memperoleh kehamilan.
Lihat juga: Mengetahui Tahapan Pemeriksaan Promil yang Perlu dilalui
Fertility Clinic di Mandaya Royal Hospital Puri menyediakan layanan tes kesuburan bagi pasangan yang ingin merencanakan kehamilan. Anda dan pasangan bisa mengikuti program hamil 25 hari yang disusun oleh Dokter Konsultan Fertilitas dan Andrologi berpengalaman.
Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang terjadi akibat antibodi merusak komunikasi antara otot dan saraf, sehingga otot menjadi lemah. Otot yang sering terdampak kondisi ini adalah otot mata, mulut, tenggorokan, dan kaki serta tangan.
Meski bisa dialami segala usia, pengidap myasthenia gravis paling banyak berusia 20-30 tahun pada wanita dan di atas 50 tahun untuk pria.
Kondisi ini perlu segera ditangani, karena jika otot-otot yang terdampak tidak berfungsi dengan baik, maka aktivitas harian akan sulit dilakukan. Pada kondisi yang parah, pengidap myasthenia gravis bisa mengalami kesulitan menelan bahkan bernapas.
Myasthenia gravis tidak bisa disembuhkan. Namun, kondisi ini bisa dikontrol gejalanya. Semakin cepat terdeteksi, semakin baik.
Penyebab
Myasthenia gravis terjadi ketika ada gangguan antara komunikasi saraf dan otot. Karena itu, penyakit ini masuk ke dalam golongan penyakit neuromuskular.
Normalnya, saraf berkomunikasi dengan otot dengan cara mengeluarkan zat kimia yang disebut neurotransmiter. Zat ini secara alami akan masuk ke area sel otot yang disebut reseptor.
Pada orang dengan myasthenia gravis, antibodi yang seharusnya melindungi tubuh, justru menghancurkan reseptor di otot. Ini membuat semakin sedikit otot yang menerima sinyal dari saraf, sehingga otot jadi lemah dan sulit digerakkan.
Gejala
Gejala myasthenia gravis yang umum dialami antara lain:
Kelopak mata turun
Penglihatan kabur dan objek terlihat berbayang atau ganda
Kesulitan untuk tersenyum
Kesulitan bernapas dan menelan
Tangan dan kaki sangat lemah, hingga sulit digerakkan
Badan lemas terus menerus
Tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari
Gejala akan semakin parah saat pengidapnya sedang merasakan kondisi-kondisi di bawah ini:
Kelelahan
Infeksi
Sehabis menjalani operasi
Stres
Konsumsi obat-obatan tertentu seperti beta blocker, obat bius tertentu, dan antibiotik.
Hamil
Menstruasi
Diagnosis
Ada beberapa tes yang bisa dilakukan dokter untuk mendiagnosis myasthenia gravis, yaitu:
Tes darah
Tes darah dilakukan untuk melihat jenis antibodi yang menghentikan komunikasi antara saraf dan otot.
Pada pemeriksaan ini, dokter akan memasukkan jarum kecil ke area-area otot yang mengalami gangguan.
Jarum tersebut akan menangkap sinyal hantaran saraf ke otot dan menggambarkannya dalam bentuk grafik di layar. Dokter spesialis neurologi akan melihat grafik yang tertera pada layar dan menilai apabila ada gangguan pada komunikasi antara saraf dan otot.
Lihat Juga: Pemeriksaan EMG oleh dr. Nurul Fadli, Sp.N
Scan
CT-Scan dan MRI juga bisa dilakukan untuk mendeteksi myasthenia gravis. Pada pengidap penyakit ini, biasanya ada pembesaran thymus yang akan terlihat pada hasil scan.
Thymus adalah kelenjar kecil pada dada yang berperan penting dalam sistem imun.
Tes genetik
Tes genetik dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya gen yang diwariskan dari orang tua yang menyebabkan meningkatnya risiko myasthenia gravis.
Pengobatan
Penanganan Myasthenia Gravis yang bisa dilakukan adalah:
Pemberian obat
Jenis obat yang diberikan antara lain anticholinesterase, steroid, atau obat-obatan untuk menekan imun (imunosupresan)
Plasmaferesis
Plasma adalah cairan bening pada darah. Pada plasmaferesis, cairan plasma akan dipisahkan dari sel-sel darah lalu kemudian ditempatkan kembali ke tubuh untuk merangsang lebih banyak pembentukan plasma dibanding sebelumnya.
Immunoglobulin Intravena (IVIG)
Immunoglobulin yang mengandung antibodi sehat dari donor diberikan secara intravena pada pasien dengan GBS. Pada dosis tinggi, immunoglobulin bisa mencegah kerusakan antibodi lebih jauh yang bisa memperparah kondisi GBS.
Metode ini diharapkan dapat menyingkirkan antibodi tertentu yang berkontribusi pada serangan sistem imun ke saraf tepi.
Operasi
Beberapa pengidap myasthenia gravis punya tumor di kelenjar thymus. Tumor ini harus diangkat, karena bisa membantu meredakan gejala.
Atur janji temu Anda dengan dokter sekarang juga lewat Chat Whatsapp, halaman Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store. Selain janji temu, Anda juga bisa memantau nomor antrian dan mendapatkan informasi lengkap lainnya di sana.
Peripheral neuropathy is a condition involving damage to the peripheral nerves that connect the central nervous system (brain and spinal cord) to other parts of the body. This condition can be caused by various factors and presents with symptoms that vary depending on the type and severity.
Causes of Peripheral Neuropathy
Peripheral neuropathy can be caused by various factors, both medical and non-medical. Here are some common causes of peripheral neuropathy:
1. Diabetes
Diabetes is one of the most common causes of peripheral neuropathy. Prolonged high blood sugar levels can damage small nerves in the body, especially in the feet and hands.
2. Alcohol
Consuming large amounts of alcohol over a long period can lead to vitamin deficiencies, resulting in nerve damage.
3. Physical Trauma or Surgery
Physical injuries or trauma that cause damage to peripheral nerves can result in neuropathy. Examples include back injuries, injuries to the extremities, or injuries involving specific nerves. Surgery that damages nerves can also lead to peripheral neuropathy.
4. Infections
Infections from various types of viruses, bacteria, or parasites can cause peripheral neuropathy. Examples include HIV infection, hepatitis C, or herpes zoster virus infection.
5. Toxins
Exposure to certain chemicals or toxins can also cause peripheral neuropathy. Examples include mercury, lead, arsenic, or certain industrial chemicals.
6. Autoimmune Diseases
Some autoimmune diseases such as lupus, Guillain-Barré syndrome, or other autoimmune inflammatory diseases can cause the immune system to attack peripheral nerves.
7. Metabolic Disorders
Vitamin B12 deficiency, disorders of the endocrine system (such as hypothyroidism), or other metabolic disorders can cause peripheral neuropathy.
8. Cancer and Cancer Treatment
Certain types of cancer or cancer treatments like chemotherapy can cause neuropathy as a side effect.
9. Genetics
Peripheral neuropathy can also be genetic or inherited within families, such as Charcot-Marie-Tooth (CMT) or other hereditary neuropathies.
Symptoms of Peripheral Neuropathy
Symptoms of peripheral neuropathy can vary depending on the type and severity of the condition. However, some common symptoms often experienced with peripheral neuropathy include:
Numbness and tingling: Sensations of numbness or tingling often occur in the feet and hands but can occur in other parts of the body as well. These sensations can be continuous or occur intermittently.
Pain: Pain in the feet and hands. The pain experienced can be like a burning sensation, stabbing pain, or dull ache.
Sensitivity to touch: Some cases of peripheral neuropathy cause excessive sensitivity to light touch or extreme temperatures, such as cold or heat.
Loss of sensation: Difficulty sensing temperature, touch, or pain in affected areas. This can increase the risk of injury or wounds without awareness.
Loss of balance: Impaired balance or coordination, which can lead to difficulty walking or performing physical activities.
Muscle weakness: Muscles feel weak and have difficulty lifting even light objects. This weakness usually occurs gradually.
Changes in skin: Skin in affected areas may undergo changes such as dryness, cracking, or changes in color.
Motor function disturbances: Disturbances in motor function, such as difficulty moving fingers, hands, or feet.
Sensory organ disturbances: Peripheral neuropathy can also cause disturbances in sensory organs, such as visual or hearing impairments.
Management of Peripheral Neuropathy
Management of this condition depends largely on its type. The primary goal of management is to reduce pain and, if possible, cure it.
Here are some types of peripheral neuropathy management:
1. Treating the underlying cause
If neuropathy is caused by specific medical conditions such as diabetes, treating the underlying disease is the appropriate solution. For example, controlling blood sugar levels for neuropathy caused by diabetes.
2. Medications
Doctors may prescribe various types of medications to reduce neuropathy symptoms, such as:
Analgesics (pain relievers) to reduce pain.
Antidepressants or anticonvulsants to control numbness and tingling.
Anti-inflammatory drugs to reduce nerve inflammation.
Vitamin B12 or other supplements if neuropathy is caused by nutritional deficiencies.
3. Physical therapy
Physical therapy can help strengthen muscles, improve balance, and enhance coordination. Physical therapists can also provide suitable exercises to help overcome muscle weakness.
4. Occupational therapy
This therapy helps individuals with peripheral neuropathy perform daily activities effectively. Therapists also assist patients in making specific activity modifications.
5. Pain management therapy
Besides pain relievers, pain management techniques such as hot-cold therapy, relaxation techniques, or massage therapy can help reduce discomfort.
6. Use of assistive devices
Using assistive devices like canes, foot braces, or wheelchairs can aid in mobility and reduce the risk of injury.
7. Lifestyle changes
Adopting a healthy lifestyle including a balanced diet, regular exercise, avoiding alcohol and smoking, and maintaining a healthy weight can help manage neuropathy symptoms.
8. Nerve therapy
In some cases, nerve therapies such as nerve stimulation with electrical signals can help reduce symptoms.
If you feel that symptoms of a nerve disorder are affecting your daily activities, visit a doctor immediately.
Feel free to consult at Mandaya Royal Hospital. Our Brain-Spine-Pain department is ready to handle various muscle complaints such as muscular dystrophy. Here, we employ a multidisciplinary approach, where several specialist doctors from different fields address your nerve issues.
Additionally, Mandaya Hospital offers medical rehabilitation services to help patients regain muscle function.
Schedule your appointment with a doctor now via Whatsapp Chat, Book Appointment page, or the Care Dokter app, available for download on Google Play and the App Store. In addition to appointments, you can also monitor queue numbers and get other comprehensive information there.
Multiple sclerosis (MS) is one of the muscle and nerve diseases that, in severe conditions, can lead to paralysis. This condition cannot be completely cured, but symptoms can be treated to improve the quality of life of the sufferers.
What is multiple sclerosis?
Multiple sclerosis is a chronic autoimmune disease that affects the central nervous system, including the brain and spinal cord.
This condition causes the immune system to attack the protective covering of nerve fibers (myelin), leading to inflammation and damage to the myelin. As a result, there are nerve disturbances that cause individuals to experience vision problems, mobility issues (disabilities), and loss of body balance.
Multiple sclerosis lasts a lifetime. Its severity can vary from mild to severe.
This condition can affect anyone of any age. However, multiple sclerosis most commonly occurs in women aged 20 to 40 years.
Causes of multiple sclerosis
As mentioned earlier, multiple sclerosis occurs because the body’s defense system attacks nerve fibers (autoimmune). However, the exact triggers of this autoimmune condition are not yet known.
Doctors suspect that this autoimmune reaction may be caused by:
Viral infections
Genetic abnormalities
Environmental factors
Symptoms of multiple sclerosis
Symptoms of multiple sclerosis can vary from person to person. However, here are some common symptoms experienced by most patients:
Blurry vision or double vision
Red-green color distortion in vision
Pain and vision loss due to optic nerve swelling (optic neuritis)
Difficulty walking and maintaining balance
Numbness, tingling, or prickling sensations (paresthesia)
Weakening of muscles in the arms and legs
Body coordination disturbances such as difficulty walking or standing. Some people may experience paralysis
Persistent fatigue
Difficulty speaking
Tremors
Dizziness
Hearing loss
Digestive and bladder disturbances
Depression
Changes in sexual function
Decreased concentration, attention, memory, and the ability to make sound judgments.
Treatment of multiple sclerosis
Currently, there is no cure for multiple sclerosis. However, doctors have several ways to alleviate symptoms and improve the quality of life of patients, such as:
1. Medications
Doctors can prescribe medications that suppress the immune response. The goal of these medications is to reduce inflammation caused by the autoimmune response.
This method also helps slow down the damage to myelin. Medications are usually administered through infusions.
In addition to medications to combat inflammation, doctors can also prescribe anticonvulsants and medications that can maintain cognitive function.
2. Rehabilitation therapy
Physiotherapy, occupational therapy, and speech therapy may be recommended for patients experiencing movement and speech disorders.
3. Counseling
Counseling aims to provide encouragement to patients to prevent depression due to multiple sclerosis.
Diagnosis
The diagnosis of multiple sclerosis requires several tests such as:
MRI. This test is performed to look for lesions on myelin around the brain and spinal cord. The presence of lesions may indicate multiple sclerosis.
Electromyogram (EMG) test. This test records the brain’s electrical responses to visual, auditory, and sensory stimuli. This test indicates whether you are experiencing message slowdowns in various parts of the brain.
Cerebrospinal fluid analysis. Also known as a spinal tap. This method aims to examine cellular and chemical abnormalities due to multiple sclerosis.
Blood tests. Tests are performed to confirm that symptoms originate from multiple sclerosis and not from other diseases.
Eye examination. To see if vision disturbances are caused by other conditions.
Prevention of multiple sclerosis
Unfortunately, there is no definitive way to prevent multiple sclerosis. This is because the exact cause is not yet known. However, consuming healthy foods and leading a healthy lifestyle are believed to reduce the risk of this disease.
When to see a doctor?
See a doctor immediately if you experience the symptoms mentioned above.
Mandaya Royal Hospital is one of the best places to treat neurological disorders. At our Brain-Spine-Pain department, you will be treated by neurology specialists working as a team to achieve optimal healing.
Additionally, Mandaya Hospital offers medical rehabilitation services to help patients restore muscle function.
Schedule an appointment with a doctor now via Whatsapp Chat, the Book Appointment page, or the Care Doctor app, which can be downloaded from Google Play and the App Store. In addition to appointments, you can also monitor queue numbers and get other complete information there.
Cervical cancer is the third most common type of cancer among Indonesians. However, this cancer can be prevented with the HPV vaccine starting at the age of 12. Also known as cervical cancer, it can be cured or go into remission if treatment begins at an early stage.
What is cervical cancer?
Cervical cancer is the growth of uncontrollable abnormal cells that form a tumor on the cervix or neck of the uterus. The cervix is the area that connects the vagina to the uterus.
Causes
Almost 99% of cervical cancer cases are caused by HPV (Human Papillomavirus) infection. This is a very common type of virus that is often transmitted through sexual intercourse.
It is estimated that 8 out of 10 women may be infected with HPV in their lifetime, but most do not develop cervical cancer.
Most HPV infections do not cause symptoms and clear up on their own. However, in a small percentage of people, certain types of HPV can persist for years. It is this long-term HPV infection that can trigger cervical cancer in women.
In addition to HPV infection, your risk of this disease may also increase if you:
Are infected with HPV and use birth control pills for five years or more.
Are an active or passive smoker.
Have a weakened immune system.
Symptoms
The most common symptoms of cervical cancer include:
Vaginal bleeding outside of menstruation
Unusual discharge, such as increased volume, a foul odor, or a different color than usual.
Pain or discomfort during sexual intercourse
Pelvic pain
Longer or heavier menstruation than usual
Bleeding after menopause
In the early stages of development, cervical cancer may not cause any specific signs and symptoms. In fact, not everyone diagnosed will experience symptoms until the cancer reaches advanced stages.
Diagnosis
To detect the presence of cervical cancer, doctors may perform several tests, such as:
1. Pap Smear
A Pap smear is performed by taking a sample of cervical tissue to be examined in a laboratory for the presence of abnormal cells.
In addition to detecting cancer cells, this test can also detect cells that have the potential to become cancerous.
2. Biopsy
A biopsy is a more in-depth examination of cervical tissue to confirm the presence or absence of cancer cells in the cervix.
A biopsy can be performed during a colposcopy examination. Colposcopy is a procedure performed by a doctor using a magnifying instrument to examine the symptoms and signs of cancer in the cervix.
3. Imaging Tests
Imaging tests such as MRI and CT scans may also be performed to determine the presence of malignant tumors in the cervix. These tests are usually performed to determine the severity of cancer or to determine the stage of cancer.
Treatment
Here are some types of treatment that can be done to treat cervical cancer:
1. Surgery
For early-stage cervical cancer that has not spread, treatment with surgery may be performed. Types of surgery include:
Cone biopsy or conization
A procedure usually chosen if the tumor is still very small. It involves removing all cancerous tissue in the form of a triangle or cone and leaving other healthy cervical tissue intact. It is usually also chosen for individuals who plan to become pregnant in the future.
Trachelectomy
In this procedure, the entire cervix and surrounding tissue are removed. The uterus is not removed in this method, so it can still be performed on individuals planning to become pregnant.
Hysterectomy Surgery to remove the cervix, uterus, part of the vagina, and tissue and lymph nodes around the cervix. This method is chosen if there are no plans for future pregnancy and is an effective step in preventing the recurrence of cervical cancer.
2. Radiation Therapy
Radiation therapy is a treatment that uses high-energy rays to kill cancer cells. Radiation can be performed externally, internally, or a combination of both.
External radiation: High-energy radiation beams are directed directly from outside to the affected area of cancer.
Internal radiation: Also called brachytherapy. The doctor will place a radiation source inside the cervix.
3. Chemotherapy
Chemotherapy involves the use of powerful drugs to kill cancer cells. Low-dose chemotherapy is often combined with radiation therapy to treat cancer that has not spread.
If you need screening or treatment for cervical cancer, you can visit the Cancer Center at Royal Mandaya Hospital, which is equipped with world-class cancer treatment technology.
The oncology genomic laboratory at Mandaya Royal Hospital Puri can accurately determine your cancer type and subtype so that you can receive the appropriate treatment.
Consult with a specialist now and get the best treatment for your cancer. Use the Chat feature via Whatsapp, Book Appointment, or the Care Doctor appwhich can be downloaded from Google Play and the App Store to facilitate visits, view queue numbers, and get other complete information.
Colorectal cancer ranks among the most prevalent cancers in Indonesia. According to the WHO, it holds the fourth position, surpassing prostate and ovarian cancers. Lifestyle changes are suspected to be a significant trigger leading to the increasing number of colorectal cancer cases each year.
Definition
Colorectal cancer originates in the inner lining of the large intestine’s wall. Polyps, which are growths on the intestine, can evolve into cancer, although some may remain benign.
If left untreated, cancer originating from the large intestine can spread to other organs.
Causes
The large intestine is comprised of mucosal membrane layers, tissues, and muscles. Cancer cells typically develop in the mucosal layer, which is the innermost layer of the large intestine. This layer contains cells that produce and release mucus and other fluids. When cells grow uncontrollably in this layer, polyps, or growths, can form.
Over time, polyps can develop into cancer.
Several factors may increase the risk of this disease, including:
Smoking
Obesity
Excessive consumption of processed foods and red meat, such as meatballs and sausages
Lack of physical activity
History of gastrointestinal inflammation
Family history of the same disease
Symptoms
Symptoms of this type of cancer can vary. However, generally, some common symptoms include:
Bloody stools
Changes in bowel habits (becoming less frequent or more frequent)
Feeling of incomplete bowel movement
Persistent abdominal pain
Persistent bloating
Unexplained weight loss
Nausea and vomiting
Fatigue and weakness
Diagnosis
Several examinations can be conducted to detect colorectal cancer, such as:
1. Colonoscopy
Colonoscopy involves using a small tube inserted into the digestive tract. The tube contains a camera, allowing the doctor to directly observe the condition inside the body without surgery.
In addition to the camera, the doctor may also place a small operating tool. This is done to remove growths or polyps in the large intestine.
2. Biopsy
Biopsy is a procedure for taking tissue samples to be examined in the laboratory. To obtain tissue in the large intestine, the doctor can do this during a colonoscopy.
In the laboratory, it will be determined whether the tissue sample contains cancer cells.
3. Blood tests
Blood tests can also help detect colorectal cancer. Mandaya Hospital Puri provides the Septin-9 DNA examination service, which can detect with a sensitivity rate of up to 96.3% in stages 1-4.
Individuals receiving comprehensive treatment while colorectal cancer is still in the early stage have a relatively high five-year survival rate, reaching 90%.
Treatment
Treatment can be administered in several ways, including:
1. Surgery
Surgery is the most common treatment for this type of cancer. Types of surgery that can be performed include:
Polypectomy: Surgery to remove polyps in the large intestine.
Laparoscopy: This is a minimally invasive surgery performed through small incisions in the abdominal wall.
Partial colectomy: Surgery to remove a part of the large intestine affected by cancer.
Resection surgery with colostomy: Removal of a portion of the large intestine affected by cancer, but can no longer be connected to the healthy intestine, so it will be connected to a special pouch. This procedure is called a colostomy.
2. Chemotherapy
Chemotherapy is usually performed to shrink tumors or growths and alleviate cancer symptoms.
3. Targeted Therapy
This therapy targets genes, proteins, and tissues involved in the development and growth of cancer cells. In targeted therapy, doctors create artificial antibodies that will target cancer cells.
Prevention
Several measures can be taken to reduce the risk, such as:
Avoiding smoking
Limiting alcohol consumption
Maintaining a healthy weight
Consuming a healthy diet
Knowing family health history to enable early detection
Regular health check-ups with a doctor
Mandaya Royal Hospital Puri has a cancer center with complete equipment and experienced specialist doctors. Do not hesitate to schedule an appointment with our doctor via WhatsApp Chat, the Book Appointment page, or the Care Doctor app, available for download on Google Play and the App Store. In addition to appointments, you can also monitor your queue number and access other comprehensive information there.
Batu ginjal adalah endapan keras yang terbentuk dari mineral dan garam yang menumpuk. Setelah endapan terbentuk, batu bisa bertahan pada ginjal, bisa juga mengalir ke saluran kemih. Batu tersebut dapat menyebabkan saluran kemih tersumbat sehingga menimbulkan nyeri.
Dalam istilah medis, penyakit batu ginjal disebut sebagai nefrolitiasis (jika batu tersebut terdapat pada ginjal) atau urolitiasis (jika batu ditemukan pada saluran kemih, termasuk ginjal, ureter, dan kandung kemih).
Apa Itu Batu Ginjal?
Urine mengandung banyak mineral dan garam. Batu ginjal terbentuk ketika urine mengandung lebih banyak zat pembentuk kristal, seperti kalsium dan asam urat, dibandingkan yang dapat diencerkan oleh cairan dalam urine.
Batu yang terbentuk mungkin awalnya berukuran kecil dan tidak menimbulkan masalah apa pun. Namun, seiring berjalannya waktu, ukurannya bisa bertambah besar, bahkan mengisi struktur rongga di dalam ginjal.
Batu ginjal bisa ditemukan pada ginjal maupun pada saluran kemih. Pada sebagian orang, batu yang berukuran kecil bisa keluar dari kandung kemih bersamaan dengan aliran urine. Namun, pada kebanyakan kasus, batu tersebut menghalangi aliran urine, sehingga menimbulkan rasa nyeri ketika buang air kecil.
Jenis-Jenis Batu Ginjal
Batu pada ginjal bisa memiliki beragam jenis, bentuk, dan warna, sehingga cara menanganinya pun bisa berbeda-beda, bergantung pada jenisnya. Berikut jenis-jenis yang perlu Anda ketahui:
Batu kalsium
Batu kalsium merupakan jenis yang paling umum dan memiliki dua tipe, yaitu kalsium oksalat dan kalsium fosfat.
Batu asam urat
Asam urat adalah produk limbah yang berasal dari perubahan kimia dalam tubuh. Kristal asam urat tidak larut dengan baik dalam urine yang akhirnya menyebabkan terbentuknya batu di saluran kemih.
Batu struvit
Batu ginjal struvit berhubungan dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang kronis. Selain itu, orang yang mengalami masalah berkemih karena gangguan saraf juga berisiko mengalami kondisi ini.
Batu sistin
Batu jenis ini merupakan yang paling langka karena disebabkan oleh kelainan genetik yang disebut dengan sistinuria (terlalu banyak kadar sistin dalam urine). Sistin sendiri merupakan asam amino yang terdapat pada makanan tertentu.
Penyebab Batu Ginjal
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, batu ginjal terbentuk saat mineral dan garam dalam urine mengkristal lalu mengeras. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit batu ginjal, yaitu:
Dehidrasi
Dehidrasi atau kehilangan cairan tubuh bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
Kurang minum air putih
Olahraga berat
Diare
Muntah
Tinggal di tempat dengan suhu tinggi
Mengonsumsi obat-obatan yang bersifat diuretik (membantu tubuh mengurangi kelebihan cairan).
Saat seseorang mengalami dehidrasi cairan untuk melarutkan garam dan mengeluarkannya saat berkemih jadi berkurang. Akibatnya, terjadi penumpukan garam dan mineral yang kemudian mengkristal lalu menjadi batu.
Pola Makan
Pola makan yang tinggi protein hewani, seperti daging sapi, daging babi, ayam, dan ikan dapat meningkatkan kadar asam dalam tubuh dan dalam urine. Kadar asam yang tinggi ini memudahkan terbentuknya batu ginjal akibat mengkristalnya asam oksalat dan asam urat dalam urine.
Obesitas
Indeks massa tubuh yang tinggi, ukuran pinggang yang besar, dan penambahan berat badan berkaitan erat dengan batu ginjal. Orang dengan obesitas mengalami peningkatan kadar asam dalam urine yang menjadi penyebab batu ginjal.
Penyakit Pencernaan
Penyakit pencernaan yang menyebabkan diare (seperti Penyakit Crohn dan ulseratif kolitis) maupun operasi pada usus dapat meningkatkan risiko pembentukan batu pada ginjal akibat penumpukan kalsium oksalat. Alasannya adalah karena diare bisa menyebabkan dehidrasi, sehingga risiko terjadinya penumpukan oksalat berlebih di tubuh juga meningkat.
Kondisi Medis Tertentu
Orang yang memiliki kondisi medis berikut ini berisiko lebih tinggi terkena penyakit batu ginjal:
Diabetes
Hipertensi
Obesitas
Gout (asam urat)
Hiperparatiroidisme (kondisi saat tubuh menghasilkan terlalu banyak hormon paratiroid)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang berulang
Obat-obatan dan Suplemen
Beberapa jenis obat maupun suplemen seperti kalsium dan vitamin C yang konsumsinya tidak sesuai dengan saran dokter dapat meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal. Pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi suplemen dan obat-obatan.
Riwayat Keluarga
Jika ada anggota keluarga Anda yang terkena batu ginjal, maka Anda pun rentan mengalaminya. Jika Anda pernah menderita batu ginjal, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini lagi adalah sebesar 50 persen.
Gejala Penyakit Batu Ginjal
Batu ginjal berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Semakin besar ukurannya, maka semakin besar pula kemungkinan Anda merasakan gejala yang mengganggu, seperti:
Jika Anda mengalami gejala di atas, segera periksakan diri ke dokter spesialis urologi. Dokter akan melakukan beberapa tes untuk mendiagnosis batu ginjal, seperti:
Tes urine: untuk memeriksa adanya infeksi dan kadar mineral pembentuk batu.
Tes pencitraan: CT Scan perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti bentuk dan ukuran batu
Tes darah: untuk mengetahui kadar kalsium, fosfor, dan asam urat
Analisis batu: batu yang keluar saat operasi akan diperiksa untuk mencari tahu penyebab dan cara mencegah agar tidak kambuh lagi
Cara Mengobati Batu Ginjal
Cara mengobati batu ginjal bergantung pada: tipe, lokasi, seberapa parah kondisi, dan berapa lama gejala tersebut Anda alami. Ada banyak pilihan dalam mengobati batu ginjal yang bisa Anda diskusikan dengan dokter.
Mengobati Batu Ginjal Berukuran Kecil
Bila batu pada ginjal berukuran kecil, Anda bisa menunggunya keluar bersamaan dengan urine ketika berkemih. Namun, proses keluarnya batu ginjal ini tentu akan menimbulkan nyeri yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.
Dokter biasanya akan merekomendasikan beberapa hal berikut untuk membantu meringankan gejala:
Minum banyak cairan terutama air putih
Mengonsumsi obat pereda nyeri yang diresepkan oleh dokter
Mengonsumsi obat penghancur batu ginjal yang diresepkan oleh dokter
Membatasi konsumsi garam
Teruslah minum banyak cairan. Bila air seni Anda berwarna gelap dan pekat, itu artinya Anda kurang minum. Warna urine seharusnya kuning pucat. Anda disarankan untuk terus minum banyak air putih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal lagi.
Mengobati Batu Ginjal Berukuran Besar
Sementara itu, untuk batu ginjal berukuran besar, jenis pengobatan yang biasanya dilakukan adalah:
Shock Wave Lithotripsy (SWL)
Prosedur SWL melibatkan ultrasound (gelombang suara berfrekuensi tinggi) untuk menentukan letak batu ginjal. Kemudian, sebuah mesin akan mengeluarkan gelombang kejut ultrasonik (shock wave ultrasound) untuk membantu memecah batu ginjal menjadi ukuran kecil sehingga dapat dikeluarkan bersamaan dengan urine.
Ureteroscopy (URS)
Prosedur URS merupakan tindakan minimal invasif yang dilakukan dengan memasukkan teleskop tipis dan panjang yang disebut ureteroskop melalui uretra (saluran tempat mengalirnya urine keluar dari tubuh) menuju kandung kemih.
Kemudian, ureteroskop akan mengarah menuju ureter, saluran yang menghubungkan kandung kemih ke ginjal.
Setelah itu, dokter bedah akan menggunakan alat lain seperti laser, ultrasound, maupun forsep khusus untuk memecah batu ginjal menjadi potongan kecil yang nantinya bisa keluar bersamaan dengan urine. Pasien akan mendapatkan bius total selama menjalani prosedur ureteroskopi.
Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS)
Prosedur RIRS mirip dengan URS, yaitu dengan memasukkan teleskop kecil (ureteroskop) melalui uretra menuju ginjal, kemudian menghancurkan batu ginjal dengan sinar laser.
Namun, yang membedakan kedua prosedur ini adalah metode RIRS menjangkau batu yang berada di dalam organ ginjal, sementara URS biasanya menghancurkan batu yang posisinya berada di ureter maupun ginjal bagian bawah.
Prosedur RIRS memiliki tingkat kerumitan yang lebih kompleks dibanding prosedur URS, meski keduanya merupakan tindakan minimal invasif.
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
Prosedur ini biasanya dilakukan pada pasien yang memiliki batu ginjal berukuran besar, bentuknya tidak beraturan, dan tidak berhasil dikeluarkan dengan metode lainnya.
PCNL menggunakan kamera serat optik berukuran mini yang disebut nefroskop. Pasien yang menjalani prosedur PCNL akan diberikan bius total, kemudian dibuat sayatan pada bagian punggung untuk memasukkan nefroskop dan selang menuju ginjal. Batu ginjal dapat dikeluarkan dengan cara ditarik melalui selang maupun dipecahkan menjadi serpihan kecil menggunakan laser.
Cara Mencegah Batu Ginjal
Pasien yang sudah pernah mengalami batu ginjal memiliki kemungkinan besar untuk mengalaminya lagi. Berikut ini upaya yang dapat Anda lakukan untuk mencegah terbentuknya batu ginjal:
Minum cukup air putih
Hindari minuman bersoda
Batasi konsumsi makanan tinggi garam
Pastikan warna urine tetap jernih untuk menghindari penumpukan garam dan mineral yang memicu terbentuknya batu. Anda boleh minum cairan lain seperti kopi, teh, maupun jus buah, namun air putih merupakan pilihan terbaik dalam mencegah terbentuknya batu ginjal.
Bila Anda berkeringat atau setelah berolahraga, usahakan minum air putih lebih banyak untuk menggantikan cairan yang hilang.
Penyakit batu ginjal seringkali tidak disadari oleh penderitanya hingga menimbulkan gejala. Penting bagi Anda untuk minum cukup air putih. Bila mengalami gejala seperti nyeri saat buang air kecil maupun muncul darah pada urine, jangan tunda untuk pergi ke dokter. Kunjungipusat spesialis urologidi rumah sakit Mandaya untuk mendapatkan pemeriksaan menyeluruh dari diagnosis hingga pengobatan. Gunakan fiturChat melalui Whatsapp, Book Appointment, atau aplikasi Care Dokteryang bisa di-download di Google Play dan App Store untuk mempermudah kunjungan, melihat nomor antrian, dan mendapatkan informasi lengkap lainnya.
Tumor hidung adalah sebutan untuk benjolan di dalam hidung maupun di sekitarnya. Kondisi ini bisa bersifat jinak maupun ganas, sehingga pengobatannya pun akan bergantung pada penyebabnya.
Apa itu tumor hidung?
Tumor hidung adalah daging tumbuh yang berkembang di sekitar rongga hidung atau jalur pernapasan di lubang hidung. Hal ini bisa mengganggu pernapasan, sehingga perlu segera dilakukan perawatan.
Tumor hidung memiliki beragam jenis. Namun umumnya dibagi ke dalam dua kategori, yaitu jinak dan ganas.
Tumor hidung jinak
Hemangioma. Tumor yang muncul akibat pertumbuhan pembuluh darah. Dapat terlihat seperti benjolan namun dapat menghilang dengan sendirinya.
Polip hidung. Daging tumbuh yang ada di sekitar hidung
Tumor hidung ganas
Sarkoma. Jenis kanker yang berkembang dari tulang atau jaringan seperti lemak, pembuluh darah, dan juga otot.
Adenokarsinoma. Kanker yang berkembang dari kelenjar tubuh.
Karsinoma sel skuamosa. Kanker yang terjadi akibat adanya produksi sel skuamosa berlebihan di epidermis.
Neuroblastoma. Sel kanker yang muncul di jaringan saraf
Karsinoma kistik adenoid. Kanker yang berawal dari kelenjar ludah
Gejala tumor hidung
Meski jenisnya berbeda-beda, gejala yang bersifat umum dapat berupa:
Sakit kepala berulang
Kesulitan bernapas dari hidung
Mimisan
Kehilangan kemampuan mencium
Keluar cairan dari hidung
Mata berair
Gangguan penglihatan
Bengkak di wajah
Rasa tidak enak di langit-langit mulut
Kesulitan membuka mulut
Benjolan di leher
Penyebab tumor hidung
Tumor pada hidung terjadi ketika pertumbuhan sel abnormal di sekitar hidung dan rongga hidung. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kondisi abnormal ini.
Namun ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya tumor, yaitu:
Terlalu sering menghirup uap dari zat formaldehyde, solven, lem, dan radium
Merokok, baik pasif dan aktif
Sering menghirup serbuk gaji
Terinfeksi human papillomavirus
Diagnosis tumor hidung
Pertama-tama dokter akan memeriksa kondisi Anda dari luar, baru setelah itu dokter akan merekomendasikan metode diagnosis lain seperti:
Nasoendoskopi. Pengecekan visual bagian dalam hidung menggunakan endoskop yang dimasukkan melalui lubang hidung.
Tes darah. Pengambilan sel darah untuk memeriksa keberadaan kanker di laboratorium
Biopsi. Pengambilan sampel dari jaringan tumor untuk kemudian diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui sifat tumor.
Tes pencitraan. Menggunakan alat seperti x-ray, MRI, dan CT scan untuk mendapatkan gambar bagian dalam tubuh.
Pengobatan tumor hidung
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi pengobatan penyakit ini, di antaranya adalah sifat kanker dan riwayat kesehatan pasien.
Untuk tumor jinak, pengobatan bisa berupa operasi untuk mengangkat daging tumbuh. Sementara jika tumor bersifat ganas, pengobatan bisa melibatkan operasi, radioterapi, hingga kemoterapi.
Operasi
Operasi bertujuan mengangkat tumor. Bila tumor bersifat ganas, dokter mungkin akan mengangkat daerah sekitarnya yang telah terserang kanker.
Radioterapi
Radioterapi menggunakan gelombang radiasi untuk mengecilkan tumor. Metode ini dapat digunakan sebagai perawatan tunggal atau bisa digabungkan dengan operasi.
Kemoterapi
Metode ini menggunakan obat keras yang bertujuan untuk membunuh sel kanker.
Jika Anda menemukan gejala tumor pada hidung, segeralah memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Semakin cepat deteksi tumor, semakin efektif juga penanganannya.
Salah satu tempat terbaik untuk berkonsultasi mengenai kanker kepala dan leher adalah pusat THT Mandaya Royal Hospital. Dokter-dokter spesialis di Mandaya Royal Hospital telah berpengalaman menangani berbagai tumor hidung jinak dan ganas.
Jangan ragu untuk membuat janji temu Anda dengan dokter sekarang juga lewat Chat Whatsapp, halaman Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store. Selain janji temu, Anda juga bisa memantau nomor antrian dan mendapatkan informasi lengkap lainnya di sana.
Search
Need Help? Chat with us!
Start a Conversation
Hi! Click one of our members below to chat on WhatsApp