fbpx

Limfoma nonhodgkin

Limfoma non-Hodgkin adalah salah satu jenis kanker kelenjar getah bening. Kanker ini bermula di sistem limfatik. Sistem limfatik berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Jenis kanker ini paling sering bermula dari kelenjar getah bening.

Limfoma non-Hodgkin merupakan kelompok kanker kelenjar getah bening. Jenis kanker ini memiliki subtipe lagi tergantung sel kanker yang terdampak.

Apa itu limfoma non-Hodgkin?

Limfoma non-Hodgkin adalah salah satu jenis kanker yang bermula di sistem limfatik, khususnya kelenjar getah bening. Limfoma non-Hodgkin umumnya bermula di sel limfosit B dan limfosit T (jenis sel darah putih) yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh.

Limfoma non-Hodgkin sebenarnya adalah istilah umum untuk menggambarkan limfoma, alias kanker yang bermula di sel limfosit. Terdapat lebih dari 70 subtipe limfoma yang berada di bawah kategori non-Hodgkin. Berbagai jenis limfoma di bawah non-Hodgkin memiliki sifat dan karakter yang sama.

Limfoma non-Hodgkin dapat bermula di kelenjar getah bening, limfa, sumsum tulang, kelenjar timus, adenoid, amandel, atau saluran pencernaan.

Jenis lain dari limfoma yang juga umum adalah limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin terletak dari karakteristik sel kanker. 

Jenis limfoma non-Hodgkin

Jenis-jenis limfoma non-Hodgkin bisa dibedakan berdasarkan dua hal, yakni dari sel limfosit yang terdampak dan seberapa cepat perkembangan sel.

Jenis limfoma non-Hodgkin berdasarkan jenis sel yang terdampak

Terdapat dua jenis limfoma non-Hodgkin berdasarkan sel limfosit yang terpengaruh:

  • Limfoma sel B. Limfoma sel B adalah kanker kelenjar getah bening yang bermula di sel limfosit B. Sel limfosit B bertugas untuk membuat antibodi yang dapat melawan bakteri dan kuman penyakit. Salah satu jenis yang paling umum adalah diffuse large B-cell lymphoma.
  • Limfoma sel T. Limfoma sel T adalah limfoma yang bermula di sel T. Fungsi sel T dalam tubuh adalah menemukan dan menghancurkan kuman penyebab penyakit.

Jenis limfoma non-Hodgkin berdasarkan kecepatan pertumbuhan sel

Pertumbuhan sel kanker pada limfoma non-Hodgkin bisa sangat agresif atau sangat lambat (indolen).

  • Limfoma indolen. Limfoma indolen adalah jenis kanker kelenjar getah bening yang perkembangannya sangat lambat. Orang yang mengalami limfoma indolen biasanya tidak membutuhkan pengobatan segera. Dokter hanya akan memantau gejalanya, sampai nantinya harus melakukan pengobatan. Beberapa jenis limfoma non-Hodgkin indolen, antara lain limfoma folikular, leukemia limfosit kronis, marginal zone lymphoma, dan Waldenström macroglobulinemia
  • Limfoma Burkitt. Limfoma Burkitt adalah jenis limfoma non-Hodgkin yang berkembang sangat cepat dan bermula di area perut. Jenis limfoma ini lebih banyak menyerang anak-anak ketimbang orang dewasa. Namun, kasusnya cukup langka.
  • Mantle cell lymphoma. Ini adalah jenis limfoma non-Hodgkin yang jarang terjadi dan biasanya menyerang laki-laki usia 60 tahun ke atas. Jenis kanker ini berkembang lambat pada awalnya, tapi kemudian menjadi agresif.

Baca juga: 6 Jenis Leukemia (Kanker Darah) yang Penting Dikenali

Penyebab limfoma non-Hodgkin

Penyebab limfoma non-Hodgkin adalah tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah putih (leukosit), terutama jenis limfosit. Diduga, mutasi genetik menjadi penyebab tubuh memproduksi terlalu banyak limfosit yang menyebabkan kanker kelenjar getah bening. Namun, para dokter dan ahli belum memahami yang menyebabkan mutasi genetik.

Selain itu, orang yang pernah mengalami infeksi tertentu atau punya masalah dengan melemahnya sistem imun juga lebih mungkin mengalami limfoma non-Hodgkin.

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami limfoma non-Hodgkin:

  • Berusia di atas 60 tahun
  • Konsumsi imunosupresan untuk menekan sistem imun tubuh (salah satunya karena menjalani transplantasi organ)
  • Pernah mengalami infeksi virus Epstein-Barr atau bakteri H. pylori
  • Paparan kimia, seperti pestisida

Gejala limfoma non-Hodgkin

Ciri-ciri limfoma non-Hodgkin dapat meliputi:

  • Muncul benjolan di ketiak, leher, dan selangkangan
  • Pembengkakan dan nyeri pada perut
  • Nyeri dada, batut, atau sesak napas
  • Kelelahan terus-menerus
  • Demam tanpa sebab di atas 39,5 derajat Celcius 
  • Berkeringat di malam hari
  • Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas
  • Cepat merasa kenyang

Diagnosis limfoma non-Hodgkin

Untuk mendiagnosis kondisi ini, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, salah satunya adalah memeriksa benjolan yang muncul. Dokter mungkin saja akan memberikan pengobatan terlebih dulu sebelum meminta Anda melakukan pemeriksaan penunjang.

Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara mengeliminasi penyebab gejala yang Anda rasakan. Apabila setelah pengobatan yang diberikan benjolan tidak merespons atau gejala tetap muncul, dokter mungkin baru akan meminta Anda melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:

  • Tes darah. Tes darah biasanya dilakukan untuk memeriksa jumlah masing-masing komponen darah dan melihat abnormalitas, salah satunya tes darah lengkap, tes kimia darah, dan laktat dehidrogenase (LDH).
  • Tes pencitraan, seperti CT scan, MRI, dan PET scan untuk melihat perkembangan penyakit dan menentukan stadium kanker.
  • Biopsi kelenjar getah bening atau lymph node test. Biopsi dilakukan dengan mengambil satu atau beberapa kelenjar getah bening untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini untuk menentukan tipe limfoma yang Anda alami.
  • Aspirasi dan biopsi sumsum tulang (bone marrow puncture)) untuk melihat keberadaan sel limfoma non-Hodgkin.
  • Lumbar pungsi. Apabila limfoma diduga memengaruhi cairan di sekitar sumsum tulang belakang, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan lumbar pungsi.

Stadium limfoma non-Hodgkin

Hasil diagnosis di atas menentukan apakah Anda benar mengalami limfoma non-Hodgkin atau tidak, sekaligus stadiumnya.

Berikut ini adalah stadium kanker limfoma non-Hodgkin:

  • Stadium 1. Pada tahap ini, sel kanker baru ditemukan pada 1 area kelenjar getah bening, atau di organ limfatik.
  • Stadium 2. Kanker limfoma non-Hodgkin stadium 2 biasanya menandakan bahwa sel kanker telah ditemukan di dua atau lebih kelenjar getah bening yang berada pada satu sisi diafragma (atas ataupun bawah) atau terlokalisasi di organ limfatik (stadium 2E).
  • Stadium 3. Sel kanker telah ditemukan pada kelenjar getah bening di kedua sisi diafragma (bagian atas dan bawah).
  • Stadium 4. Stadium 4 limfoma non-Hodgkin menandakan sel kanker telah menyebar, termasuk ke luar organ limfatik, seperti hati, sumsum tulang, dan paru, dengan atau tanpa kelenjar getah bening.

Tanda E di belakang menandakan ekstranodal, yaitu saat sel kanker telah menyebar terbatas, misal ke limpa. Apabila penyebaran terlalu jauh, dikategorikan sebagai stadium 4.

Limfoma Hodgkin

Limfoma Hodgkin adalah salah satu jenis kanker kelenjar getah bening (limfoma). Di dalam tubuh, kelenjar getah bening termasuk ke dalam sistem limfatik. Sistem limfatik ini berperan dalam sistem kekebalan tubuh. 

Limfoma Hodgkin terjadi ketika sel kanker menyerang sel darah putih tertentu, yakni limfosit, yang berada di sistem limfatik. Itu sebabnya, kanker kelenjar getah bening termasuk juga ke dalam kanker darah.

Apa itu limfoma Hodgkin?

Limfoma Hodgkin, atau dulu dikenal sebagai penyakit Hodgkin, adalah kondisi ketika sel limfosit yang ada di sistem limfatik berkembang secara abnormal. Limfosit adalah salah satu jenis sel darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh, yakni untuk melawan kuman penyebab penyakit. 

Sistem limfatik terdiri atas beberapa kelenjar getah bening dan beberapa organ. Kelenjar getah bening dapat ditemukan di seluruh tubuh, tapi yang paling sering berada di perut, selangkangan, dada, ketiak, dan leher.

Selain itu, limpa, kelenjar timus, amandel, dan sumsum tulang juga merupakan anggota sistem limfatik. Kanker limfoma Hodgkin ini dapat terjadi di area mana pun dari sistem limfatik.

Meski demikian, limfoma Hodgkin termasuk jenis kanker darah yang lebih jarang terjadi.

Penyebab limfoma Hodgkin

Penyebab utama dari limfoma Hodgkin adalah pertumbuhan sel limfosit B yang tidak normal dan terlalu cepat. Hal ini membuat sel yang dihasilkan rusak, sehingga akhirnya kemudian mendesak dan merusak sel-sel sehat. Hal itu menyebabkan fungsi limfosit tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Hingga kini, belum diketahui apa yang menyebabkan sel limfosit B berkembang secara abnormal. Dugaan yang paling kuat adalah adanya mutasi DNA pada sel darah putih, meski belum jelas juga apa yang menyebabkannya bermutasi.

Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami limfoma Hodgkin, antara lain:

  • Berusia di atas 20 tahun
  • Memiliki riwayat keluarga yang mengalami limfoma Hodgkin
  • Berjenis kelamin laki-laki
  • Pernah terinfeksi virus Epstein-Barr
  • Memiliki daya tahan tubuh yang lemah, seperti konsumsi imunosupresan (penekan sistem imun) atau mengalami infeksi HIV.

Gejala limfoma Hodgkin

Berikut ini adalah beberapa gejala limfoma Hodgkin yang perlu Anda waspadai:

  • Muncul benjolan di ketiak, leher, dan selangkangan yang biasanya tidak terasa nyeri
  • Kelelahan ekstrem
  • Demam tanpa sebab di atas 39,5 derajat Celcius
  • Keringat berlebihan di malam hari sampai membasahi tempat tidur
  • Penurunan berat badan tanpa sebab
  • Gatal di kulit, terutama setelah mandi atau minum alkohol
  • Pembengkakan atau nyeri pada perut
  • Nyeri dada

Diagnosis limfoma Hodgkin

Untuk mendeteksi limfoma Hodgkin, dokter akan melakukan serangkaian tes, dimulai dari tanya jawab riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Biasanya, dokter akan memeriksa apakah ada benjolan di area leher, ketiak, dan selangkangan.

Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:

Tes darah

Pemeriksaan hematologi ini umumnya bertujuan untuk melihat jumlah masing-masing komponen darah dan melihat kemungkinan virus yang berhubungan dengan limfoma Hodgkin. Berikut ini adalah beberapa jenis tes darah yang mungkin dilakukan:

  • Pemeriksaan darah lengkap
  • Tes kimia darah
  • Laju endap darah (LED) atau erythrocyte sedimentation rate (ESR)
  • Biopsi sumsum tulang (bone marrow puncture)

Tes pencitraan

Tes pencitraan biasanya menggunakan sinar-X, gelombang suara, gelombang magnet, atau radioaktif untuk melihat kondisi tubuh Anda. Pemeriksaan ini biasanya akan membantu dokter menentukan penyebab munculnya benjolan dan menentukan stadium.

Beberapa tes pencitraan yang mungkin dilakukan untuk mendiagnosis limfoma Hodgkin, antara lain:

  • Rontgen dada
  • CT scan
  • MRI
  • PET scan
  • Scan tulang
  • USG

Biopsi

Untuk mendiagnosis limfoma Hodgkin, dokter mungkin akan mengambil sampel jaringan, biasanya salah satu atau beberapa kelenjar getah bening, untuk diamati dan diuji di laboratorium.

Tes lainnya

Beberapa tes yang juga mungkin dokter lakukan untuk mendiagnosis limfoma Hodgkin, antara lain:

  • Tes hepatitis B dan C
  • Tes HIV

Stadium limfoma Hodgkin

Dari hasil berbagai pemeriksaan di atas, dokter dapat menentukan apakah Anda memiliki limfoma Hodgkin atau tidak. Selain itu, dokter juga dapat menentukan stadium kanker kelenjar getah bening yang Anda alami lewat pemeriksaan di atas.

Stadium limfoma Hodgkin ditandai dengan angka 1-4. Secara umum, semakin rendah angkanya, semakin sedikit dampak sel kanker pada tubuh.

Stadium 1

  • Sel kanker hanya ditemukan di satu area kelenjar getah bening atau organ limfoid (misal kelenjar timus).
  • Sel kanker ditemukan di 1 bagian di luar organ limfatik (disebut stadium 1E).

Stadium 2

  • Sel kanker ditemukan di 2 atau lebih area kelenjar getah bening, pada area yang sama dari diafragma (bagian atas saja atau bawah saja).
  • Sel kanker telah menyebar dari satu area kelenjar getah bening, ke organ yang paling dekat dengan kelenjar tersebut (stadium 2E).

Stadium 3

  • Sel kanker telah ditemukan di area kelenjar getah bening kedua sisi diafragma (atas dan bawah).
  • Sel kanker telah berada di area kelenjar getah bening bagian atas diafragma dan di limpa.

Stadium 4

  • Sel kanker telah menyebar luas, setidaknya ke organ yang jauh dari sistem limfatik, misalnya hati, sumsum tulang, atau paru.

Diabetes Insipidus

Diabetes insipidus adalah kondisi yang menyebabkan cairan tubuh tidak seimbang sehingga membuat produksi urine jadi lebih banyak. Orang yang mengalami diabetes insipidus biasanya akan merasa sering kencing dan sangat haus, mirip dengan gejala diabetes melitus.

Meski begitu, diabetes insipidus dan diabetes melitus adalah dua kondisi yang berbeda dan sama sekali tidak berhubungan walau punya kemiripan nama. Apa yang menyebabkan diabetes insipidus?

Apa itu diabetes insipidus?

Diabetes insipidus adalah kondisi yang menyebabkan Anda sering buang air kecil dan merasa sering haus, sekalipun baru saja minum. Hal ini terjadi karena tubuh memproduksi terlalu banyak urine.

Normalnya, seseorang akan mengeluarkan urine sebanyak 1-3 liter. Akan tetapi, dalam kasus yang berat, orang yang mengalami diabetes insipidus bisa buang air kecil hingga 20 liter setiap harinya.

Walau punya nama yang mirip dan gejala yang sama, diabetes insipidus dan diabetes melitus adalah dua kondisi yang berbeda dan tidak berhubungan.

Perbedaan utama antara penyakit diabetes melitus dan diabetes insipidus adalah penyebab yang mendasarinya. Diabetes melitus sering kali disebabkan oleh masalah hormon insulin, yang berakibat pada naiknya kadar gula darah.

Sementara, diabetes insipidus sering kali disebabkan oleh adanya gangguan hormon antidiuretik. Jadi, mereka sering kali memiliki kadar gula darah yang normal, tapi ginjalnya tidak dapat memproses urine seperti seharusnya.

Meski begitu, diabetes insipidus termasuk kondisi yang jarang terjadi.

Gejala diabetes insipidus

Diabetes insipidus dan diabetes melitus memiliki gejala yang serupa. Gejala paling khas dari diabetes insipidus adalah sering buang air kecil (poliuria) dan sering haus (polidipsia).

Berikut ini adalah beberapa gejala diabetes insipidus yang mungkin terjadi:

  • Sering buang air kecil, setiap 15-20 menit
  • Terbangun pada waktu malam untuk buang air kecil
  • Urine berwarna bening
  • Merasa sangat haus sekalipun baru saja minum
  • Kelelahan
  • Mudah tersinggung
  • Sulit berkonsentrasi
  • Merasa pusing dan keliyengan
  • Mulut, bibir, dan mata terasa kering
  • Mual atau muntah
  • Pingsan 

Untuk anak-anak dan bayi yang belum bisa mengungkapkan, orangtua mungkin bisa kesulitan mengetahui kondisi sang anak. Maka itu, berikut ini beberapa gejala diabetes insipidus pada anak yang bisa orangtua waspadai:

  • Rewel dan sering menangis
  • Popok yang sering basah
  • Mengompol 
  • Merasa sangat haus dan sering menginginkan air dingin
  • Penurunan berat badan tanpa sebab
  • Pertumbuhan terhambat
  • Muntah
  • Demam
  • Sembelit
  • Sakit kepala
  • Masalah tidur
  • Kehilangan nafsu makan

Meski mengompol adalah salah satu tanda gejala diabetes insipidus pada anak, kebanyakan kasus mengompol biasanya tidak menandakan diabetes insipidus.

Penyebab diabetes insipidus

Penyebab utama dari diabetes insipidus adalah adanya gangguan hormon antidiuretik (ADH) atau disebut juga vasopressin. Hal ini dapat terjadi akibat masalah produksi yang terganggu atau cara tubuh merespons hormon antidiuretik.

Normalnya, cairan tubuh akan disaring di ginjal untuk dipisahkan antara limbah dan cairan yang berguna bagi tubuh. Setelah selesai difilter, hormon antidiuretik akan mengembalikan cairan di ginjal kembali ke aliran darah. Proses inilah yang terganggu pada orang pasien diabetes insipidus.

Terdapat beberapa jenis diabetes insipidus yang dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu:

1. Diabetes insipidus sentral

Hormon ADH diproduksi di bagian otak, yaitu hipotalamus. Nantinya, hormon ini akan disimpan di kelenjar pituitari. Adanya kerusakan pada hipotalamus atau kelenjar pituitari akan memengaruhi produksi, penyimpanan, dan pelepasan hormon antidiuretik.

Hal ini kemudian akan memengaruhi cara tubuh dalam memproduksi urine.

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan hipotalamus dan kelenjar pituitari, seperti tumor, cedera kepala, penyakit tertentu, atau efek samping operasi kepala.

2. Diabetes insipidus nefrogenik

Orang yang memiliki diabetes insipidus nefrogenik memproduksi hormon antidiuretik yang cukup. Akan tetapi, ginjal tidak dapat merespons sebagaimana mestinya.  

Akibatnya, cairan di ginjal tidak dapat kembali ke aliran darah, malah terbuang lewat urine.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik, antara lain:

  • Obat-obatan tertentu
  • Kadar kalium yang rendah dalam darah
  • Kadar kalsium yang terlalu tinggi dalam darah
  • Saluran kencing tersumbat
  • Mutasi genetik yang diturunkan
  • Penyakit ginjal kronis

3. Diabetes insipidus dipsogenik

Diabetes insipidus dipsogenik juga terjadi akibat adanya masalah pada hipotalamus, tapi bukan pada produksi hormon antidiuretik. Masalah terjadi pada pusat pengaturan rasa haus di otak sehingga membuat Anda merasa sangat haus dan minum terus-menerus.

Akibatnya, Anda juga jadi lebih sering buang air kecil. Beberapa penyebabnya, antara lain kerusakan hipotalamus akibat operasi, infeksi, peradangan, tumor, gangguan mental, dan cedera kepala.

4. Diabetes insipidus gestasional

Diabetes insipidus gestasional adalah kondisi yang terjadi selama kehamilan, dan biasanya bersifat sementara. Kondisi ini terjadi ketika plasenta memproduksi terlalu banyak enzim yang memecah hormon antidiuretik.

Faktor risiko diabetes insipidus

Risiko diabetes insipidus akan meningkat pada orang dengan kondisi berikut:

  • Minum obat-obatan tertentu, seperti diuretik
  • Kadar kalsium yang tinggi atau kadar kalium yang rendah dalam darah
  • Pernah mengalami cedera kepala atau operasi otak
  • Punya anggota keluarga yang mengalami diabetes insipidus
  • Pernah mengalami diabetes insipidus pada kehamilan sebelumnya

Diagnosis diabetes insipidus

Untuk mendiagnosis diabetes insipidus, ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan dokter, yaitu:

  • Urinalisis. Bertujuan untuk melihat apakah urine terlalu encer atau pekat. Sekaligus untuk mengetahui apakah sering buang air kecil yang Anda alami disebabkan oleh diabetes melitus atau bukan.
  • Pemeriksaan darah. Untuk melihat kadar mineral dalam darah substansi lain yang mungkin menandakan diabetes insipidus.
  • Tes deprivasi air. Pemeriksaan yang akan meminta Anda untuk tidak mengonsumsi cairan apa pun selama beberapa jam dan melihat jumlah urine yang dihasilkan. Pemeriksaan ini membantu menentukan apakah Anda memiliki diabetes insipidus atau tidak.

Tes hormon antidiuretik. Pemeriksaan ini dilakukan setelah tes deprivasi air. Nantinya, dokter akan memberikan vasopressin (ADH) dosis rendah lewat injeksi untuk melihat respons tubuh terhadap hormon dan menentukan jenis diabetes insipidus

Limfoma

Limfoma adalah sel kanker yang berkembang di sistem limfatik atau kelenjar getah bening. Itu sebabnya, jenis kanker ini juga dikenal dengan nama kanker kelenjar getah bening. Limfoma punya banyak tipe, tapi yang paling umum adalah limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.

Apa itu limfoma?

Limfoma adalah kanker yang menyerang sistem limfatik sehingga menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati). Sistem limfatik atau sistem getah bening adalah bagian dari sistem imun yang membantu tubuh melawan penyakit.

Limfoma termasuk ke salah satu jenis kanker darah karena kondisi ini bermula dari pertumbuhan limfosit (sel darah putih) yang abnormal di sistem limfatik.

Secara umum, terdapat 2 jenis kanker kelenjar getah bening, yaitu:

  • Limfoma Hodgkin 
  • Limfoma non-Hodgkin

Perbedaan utama dari limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin dapat terlihat dari penampakan sel limfosit di bawah mikroskop. Limfoma Hodgkin memiliki karakteristik yang disebut dengan sel Reed-Sternberg, sedangkan limfoma non-Hodgkin tidak.

Limfoma non-Hodgkin lebih umum terjadi dibandingkan limfoma Hodgkin, dan sayangnya biasanya lebih berat. 

Limfoma bisa bertumbuh secara agresif ataupun lambat. Tergantung jenisnya, sering kali kanker kelenjar getah bening dapat ditangani dengan baik sampai dalam keadaan remisi atau sembuh total.

Baca juga: 6 Jenis Leukemia (Kanker Darah) yang Penting Dikenali

Penyebab limfoma (kanker kelenjar getah bening)

Kanker kelenjar getah bening (limfoma) dan leukemia sama-sama terjadi akibat pertumbuhan abnormal sel darah putih. Bedanya, pada limfoma, sel kanker pertama kali terletak atau berkembang di kelenjar getah bening dan menyebar lewat sistem limfatik.

Sementara, leukemia terjadi pertama kali di sumsum tulang. Penyebaran sel kanker juga terjadi lewat aliran darah, bukan sistem limfatik.

Pertumbuhan abnormal sel darah putih di kelenjar getah bening yang menyebabkan limfoma kemungkinan disebabkan oleh mutasi genetik. Mutasi ini menyebabkan sel limfosit berkembang pesat tapi tidak normal, dan menekan sel-sel sehat lainnya hingga akhirnya mati.

Terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan seseorang mengalami limfoma, yaitu:

  • Pernah terinfeksi virus HIV, Epstein-Barr (mononucleosis), dan Kaposi sarcoma human immunodeficiency virus
  • Riwayat keluarga mengalami limfoma
  • Punya sistem imun yang lemah karena kondisi kesehatan atau pengobatan, seperti pernah mendapat transplantasi organ atau mengonsumsi imunosupresan
  • Memiliki penyakit autoimun

Gejala kanker kelenjar getah bening (limfoma)

Gejala paling khas dari kanker limfoma adalah pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati), yang menyebabkan benjolan di leher, ketiak, atau selangkangan. Meski demikian, mengalami limfadenopati tidak berarti Anda pasti memiliki kanker kelenjar getah bening.

Berikut ini adalah beberapa gejala limfoma (kanker kelenjar getah bening):

  • Pembengkakan satu atau lebih kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau selangkangan yang tidak hilang dalam waktu beberapa minggu
  • Kelelahan ekstrem dan terus-menerus, bahkan setelah beristirahat
  • Demam di atas 39,5 derajat Celcius lebih dari 2 hari atau demam berulang
  • Berkeringat berlebihan di malam hari sampai membuat tempat tidur basah
  • Sesak napas
  • Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
  • Kulit terasa gatal
  • Nyeri di dada, perut, atau tulang pertanda kanker mungkin telah menyebar

Diagnosis limfoma

Dokter biasanya akan melihat kondisi fisik, seperti memeriksa pembengkakan organ atau kelenjar getah bening. Biopsi juga mungkin dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Beberapa pemeriksaan yang mungkin perlu Anda jalani untuk mendiagnosis limfoma, antara lain:

  • Pemeriksaan hematologi, meliputi hitung darah lengkap, laju endap darah (LED), dehidrogenase laktat, tes fungsi ginjal dan fungsi hati, serta serum protein electrophoresis (SPEP).
  • Pemeriksaan pencitraan, seperti CT scan, PET scan, dan MRI jika diperlukan untuk melihat kondisi organ.
  • Biopsi, proses pengambilan kelenjar getah bening untuk dicek di laboratorium.

Baca juga: Benjolan di Ketiak, Mungkinkah Kanker? 

Stadium limfoma

Dari berbagai pemeriksaan di atas, selain mendiagnosis limfoma, dokter juga bisa mendapatkan informasi mengenai stadium kanker kelenjar getah bening yang dialami.

Stadium ini nantinya juga akan membantu dokter dalam menentukan langkah pengobatan selanjutnya.

Berikut adalah tahapan kanker kelenjar getah bening:

  • Stadium 1
    Stadium paling awal dari limfoma. Pada tahap ini sel kanker hanya berkembang pada satu area kelenjar getah bening atau di organ di luar sistem limfatik tanpa melibatkan kelenjar getah bening.
  • Stadium 2
    Pada stadium 2, sel kanker telah ditemukan di dua atau lebih kelenjar getah bening dalam area diafragma yang sama. 
  • Stadium 3
    Sel kanker telah ditemukan di dalam area diafragma yang berbeda (bagian atas dan bawah tubuh). 
  • Stadium 4
    Disebut juga stadium lanjut atau metastase karena sel kanker telah menyebar ke organ di luar sistem limfatik, seperti paru, sumsum tulang, dan hati.

Migrain

Migrain sering diartikan sebagai sakit kepala sebelah. Namun, kondisi ini sebenarnya juga memicu gejala khas lain, seperti sensasi berdenyut dari yang ringan hingga parah, mual, dan menjadi sensitif terhadap cahaya maupun suara. 

Saat terjadi, migrain bisa bertahan selama beberapa jam hingga berhari-hari.

Penyebab 

Sakit kepala migrain terjadi karena perubahan zat kimia pada otak akibat saraf tertentu di pembuluh darah mengirimkan sinyal rasa sakit ke otak. Sinyal tersebut memicu tubuh melepaskan zat inflamasi ke saraf dan pembuluh darah di kepala sehingga menyebabkan rasa nyeri. Namun masih tidak diketahui pasti penyebab saraf mengirimkan sinyal tersebut.

Beberapa kondisi yang dapat memicu serangan migrain antara lain:

  • Perubahan hormon
  • Awal siklus haid
  • Stres dan kelelahan
  • Kecemasan dan depresi
  • Stimulasi berlebihan pada panca indra (suara keras, cahaya silau, atau aroma yang terlalu kuat)
  • Melewatkan waktu makan
  • Konsumsi makanan tertentu
  • Perubahan cuaca
  • Obat-obatan tertentu
  • Kurang aktivitas fisik
  • Aktivitas fisik berlebihan
  • Zat adiktif seperti kafein atau tembakau
  • Perubahan pola tidur

Gejala

Sakit kepala adalah salah satu gejala utama migrain. Meskipun demikian, migrain juga dapat terjadi tanpa disertai sakit kepala.

Karakteristik migrain yang membedakannya dengan sakit kepala biasa antara lain:

  • Nyeri berupa sensasi berdenyut yang semakin memburuk saat bergerak
  • Seringkali hanya terjadi di satu sisi kepala
  • Biasanya disertai gejala lain seperti mual, muntah dan jadi lebih sensitif terhadap suara atau cahaya

Pada kebanyakan orang, gejala migrain dapat berlangsung secara bertahap selama 2 jam hingga 3 hari dengan beberapa tanda sudah mulai terasa dua hari sebelum sakit kepala menyerang sampai sakit kepala berhenti.

Berikut ini gejala migrain berdasarkan tahapannya:

  • Fase prodromal

Satu atau dua hari sebelum migrain Anda mungkin merasakan gejala ringan seperti:

    • Perubahan suasana hati.
    • Kesulitan berkonsentrasi.
    • Sulit tidur.
    • Kelelahan.
    • Mual.
    • Peningkatan rasa lapar dan haus
    • Sering ngidam makanan tertentu
    • Sering buang air kecil
    • Konstipasi atau sembelit
    • Leher kaku
    • Sering menguap
  • Fase aura

Pada sebagian orang, serangan migrain dapat didahului dengan aura yang biasanya muncul sebelum sakit kepala. Gejala pada fase aura umumnya berupa gangguan penglihatan tetapi bisa juga berupa gangguan lainnya. 

Gejala biasanya muncul bertahap dan bertahan antara beberapa menit hingga 60 menit. Aura dapat berupa:

    • gangguan penglihatan, seperti kilatan cahaya atau titik buta,
    • gangguan seperti kesemutan maupun kelemahan di satu sisi wajah, di lengan atau kaki
    • kesulitan berbicara 

Serangan migrain juga dapat ditandai dengan aura yang disertai gejala lain seperti mual atau kesulitan bicara namun tanpa disertai sakit kepala. Kondisi ini disebut dengan silent migraine atau acephalgic migraine yang biasanya berlangsung selama 20 – 30 menit saja.

  • Fase Attack

Fase serangan migrain yang biasanya berlangsung selama 4 hingga 72 jam. Gejala migrain pada fase attack meliputi:

    • Sakit kepala yang biasanya dialami pada satu sisi kepala tetapi bisa juga di kedua sisi kepala.
    • Nyeri berdenyut-denyut.
    • Kepekaan terhadap cahaya, suara, dan terkadang pada bau maupun sentuhan.
    • Mual dan muntah.
  • Fase postdrome

Pada fase ini, Anda dapat merasakan gejala mirip setelah mabuk minuman keras yang dapat berlangsung selama beberapa jam hingga 48 jam. Gejala fase postdrome dapat meliputi:

    • Pusing
    • Mual
    • Kebingungan.
    • Kelelahan.
    • Leher kaku.
    • Sensitivitas terhadap cahaya dan suara.
    • Kesulitan berkonsentrasi.

Jenis-jenis Migrain

Berdasarkan gejala yang muncul migrain terbagi menjadi beberapa jenis yaitu:

  • Migrain tanpa aura: migrain tidak memiliki gejala awal sebelum sakit kepala menyerang. Ini jenis migrain paling umum.
  • Migrain dengan aura: migrain dengan gejala awal berupa permasalahan sensorik seperti melihat garis zigzag, merasa kebas atau kesemutan maupun kesulitan bicara. Sekitar 25% penderita migrain mengalami jenis ini.
  • Migrain aura tanpa sakit kepala: penderita migrain merasakan gejala-gejala awal (aura) seperti misalnya kilatan cahaya pada penglihatan tetapi tidak disertai dengan sakit kepala. Disebut juga silent migraine atau acephalgic migraine.
  • Menstrual migraine: sakit kepala migrain yang berkaitan dengan siklus menstruasi. Biasanya dialami dua hari sebelum haid hingga tiga hari setelahnya. Menstrual migrain biasanya tidak disertai aura.
  • Hemiplegic migraine: jenis migrain yang ditandai dengan kelemahan (hemiplegic) pada salah satu bagian tubuh dalam jangka pendek. Gejala ini juga dapat disertai sensasi kesemutan atau kebas serta gejala visual
  • Ocular migraine: dikenal juga sebagai retinal migraine yang ditandai dengan kehilangan penglihatan total atau sebagian pada salah satu mata selama 10-20 menit.
  • Vestibular migraine: ditandai dengan gangguan keseimbangan, vertigo, mual, dan muntah. Biasanya dialami orang dengan riwayat mabuk kendaraan.

Baca juga: VERTIGO, SI PUSING BERPUTAR YANG BIKIN PUSING

Diagnosis

Jika Anda merasakan sakit kepala sebelah, periksakan diri ke dokter saraf. Dokter akan memeriksa beberapa hal saat konsultasi, seperti:

  • Frekuensi migrain
  • Hal yang memicu migrain
  • Pola hidup dan kebiasaan sehari-hari
  • Obat-obatan yang sedang dikonsumsi
  • Pemeriksaan riwayat kesehatan 

Selanjutnya ada beberapa tes yang bisa dilakukan dokter untuk mendiagnosis migrain serta memastikan tidak ada penyakit lain yang menyebabkan migrain, yaitu dengan:

  • Tes darah
  • Tes pencitraan CT-Scan dan MRI
  • Electroencephalogram (EEG) untuk menguji fungsi otak dengan menempatkan elektroda di kulit kepala untuk melacak aktivitas otak Anda. 

Lihat juga: Ketahui Penyebab Kejang-Kejang Melalui Tes EEG | Mandaya Royal Hospital Puri

Pengobatan

Jika Anda mengalami serangan migrain cobalah beristirahat dengan mata tertutup di ruangan yang gelap dan sunyi, kompres dingin di dahi, pijat kepala dengan lembut dan minum banyak cairan.

Anda juga dapat mengonsumsi obat pereda nyeri yang dijual bebas untuk mengurangi sakit kepala akibat migrain serta obat antimual sesuai gejala yang Anda rasakan.

Kunjungi dokter saraf jika kondisi Anda belum membaik setelah perawatan di rumah, mengalami serangan migrain hebat yang belum pernah sebelumnya atau mengalami migrain kronis yang berlangsung 15 hari dalam sebulan sehingga aktivitas Anda terganggu. 

Pusat Saraf Rumah Sakit Mandaya Royal Puri berkomitmen untuk membantu pasien yang membutuhkan perawatan neurologis dari tim multi-disiplin terpadu yang terdiri dari ahli saraf, ahli bedah saraf, perawat ahli saraf, fisioterapis dan radiologis.

Pusat Saraf Rumah Sakit Mandaya juga didukung dengan teknologi diagnostik dan terapeutik terbaru, seperti MRI dan CT-scan, ruang operasi bedah saraf khusus dengan unit navigasi dan mikroskopik, serta laboratorium kateterisasi.

Gunakan fitur Chat melalui Whatsapp, Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store untuk mempermudah kunjungan, melihat nomor antrian, dan mendapatkan informasi lengkap lainnya.

Duchenne Muscular Dystrophy

Duchenne muscular dystrophy atau DMD adalah kelainan genetik yang ditandai dengan kerusakan otot secara yang berkembang secara cepat, membuat otot menjadi lemah. Kondisi ini terjadi saat protein distrofin yang berfungsi untuk menjaga fungsi sel otot, mengalami kerusakan. 

Gejala DMD biasanya muncul saat berusia 2-3 tahun. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Meski begitu, anak perempuan juga bisa terkena.

Kondisi ini termasuk langka. Di Amerika Utara dan Eropa, jumlah pengidap DMD adalah 6:100.000. Di Indonesia, belum terdapat catatan jumlah kasus DMD.

Gejala

Berikut gejala-gejala yang mungkin dialami oleh pengidap Duchenne Muscular Dystrophy:

  • Hilangnya massa otot secara cepat yang dimulai dari area kaki dan pinggul
  • Otot betis mengalami peningkatan ukuran secara tidak normal
  • Sulit naik tangga
  • Kesulitan berjalan dan akan semakin memburuk seiring waktu
  • Sering jatuh
  • Jalannya jinjit
  • Tubuh terasa lemas dan lelah
  • Sesak napas
  • Ada gangguan kognitif dan pembelajaran
  • Gangguan bicara
  • Tulang belakang bengkok (skoliosis)

Penyebab

DMD adalah salah satu jenis dari distrofi otot. Kondisi ini disebabkan oleh mutasi gen yang dalam kondisi normal memberikan instruksi untuk protein dystrophin. Protein ini berperan penting dalam menjaga struktur otot. 

Pada orang dengan DMD, sel otot mengalami kematian (nekrosis). Akibatnya, gejala-gejala seperti di atas terjadi.

Kondisi ini paling sering mempengaruhi anak laki-laki, terutama yang lahir dari ibu yang membawa gen penyakit ini (wanita dengan kelainan gen, tetapi tidak menunjukkan gejala). Peluang terkena DMD bagi anak dengan masalah gen warisan mencapai 50%. Sementara pada anak perempuan yang lahir dari ibu yang memiliki gen DMD memiliki peluang 50% untuk menjadi pembawa. 

Diagnosis 

Untuk mendiagnosis DMD, beberapa pemeriksaan berikut bis dilakukan:

  1. Tes darah kreatin kinase

Otot yang rusak memproduksi kreatin kinase. Jadi jika kadar zat ini meningkat, maka ada indikasi bahwa ada kerusakan otot di tubuh. 

  1. Tes genetik

Tes genetik dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya gen distrofin. 

  1. Biopsi otot

Biopsi otot dilakukan dengan cara mengambil sedikit sampel jaringan otot untuk melihat kerusakan pada struktur otot sebagai tanda DMD.

  1. EKG

EKG atau elektrokardiogram dilakukan karena DMD hampir pasti menimbulkan gangguan juga pada jantung.

Pengobatan

Duchenne Muscular Dystrophy tidak bisa diobati hingga tuntas, namun gejalanya bisa diredakan dengan cara:

  1. Konsumsi obat kortikosteroid

Obat-obatan ini bisa menunda hilangnya kekuatan otot hingga meningkatkan fungsi paru-paru.

  1. Terapi fisik

Terapi fisik utamanya dilakukan untuk mencegah kontraktur atau perlekatan permanen otot, kulit, dan tendon.

  1. Operasi

Pada kasus yang parah, mungkin diperlukan operasi untuk memperbaiki kontraktur atau skoliosis pada tulang belakang.

DMD dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dan membuatnya kesulitan melakukan kegiatan sehati-hari. Namun, dengan pengobatan yang tepat, gejala-gejala yang dirasakan oleh para pengidap bisa membaik. ​ Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan gejala DMD, penting untuk segera berkonsultasi ke dokter. 

Atur janji temu Anda dengan dokter sekarang juga lewat Chat Whatsapp, halaman Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store. Selain janji temu, Anda juga bisa memantau nomor antrian dan mendapatkan informasi lengkap lainnya di sana.

Facioscapulohumeral Muscular Dystrophy (FSHD)

Facioscapulohumeral Muscular Dystrophy in Children (FSHD) adalah penyakit neuromuskular yang menyerang otot dan menyebabkan otot menjadi lemah dan sulit digerakkan. Pengidap FSHD bisa lumpuh dan mengalami kesulitan bernapas jika kerusakan otot menjalar hingga ke otot paru.

Apa Itu Facioscapulohumeral Muscular Dystrophy in Children (FSHD)?

Facioscapulohumeral Muscular Dystrophy in Children (FSHD) adalah gangguan otot yang disebabkan oleh perubahan genetik yang membuat otot kehilangan kekuatannya dan tidak bisa berfungsi dengan baik. Kondisi ini bisa menyerang otot manapun di tubuh, namun paling sering dialami di area wajah, bahu, dan lengan bagian atas.

Istilah muscular dystrophy atau distrofi otot berarti menandakan bahwa pada penyakit ini, terjadi degenerasi otot yang cepat, membuat pengidapnya mengalami kelemahan otot dan hilangnya massa otot. 

Penyakit ini masuk sebagai kelompok penyakit neuromuskular karena menyerang otot akibat kerusakan di saraf. FSHD juga termasuk penyakit langka. Menurut Muscular Distrophy Association, jumlah pengidap FSHD hanya 4:100.000 individu.

Tipe FSHD

  • FSHD tipe 1 

Tipe yang paling banyak dialami. Kondisi ini terjadi karena ada gen yang pada kondisi normal tidak aktif di sel, justru jadi aktif. Ini membuat gen tersebut membuat protein yang dapat merusak sel otot.

Pada FSHD tipe 1, DUX4, gen yang normal tidak aktif, justru menjadi aktif. Gen ini yang membuat otot menjadi rusak dan lemah hingga pada akhirnya menyusut.

  • FSHD tipe 2 

FSHD tipe 2 merusak otot akibat gen yang seharusnya tidak aktif mengalami reaktivasi. Namun, pada tipe ini, jenis gen yang bermutasi adalah SMCHD1.

Normalnya, gen SMCHD1 lah yang membuat protein untuk menjada gen DUX4 tetap inaktif. Namun, ketika SMCHD1 mengalami perubahan atau mutasi, maka FSHD bisa terjadi.

Gejala

Pada sebagian besar kasus, gejala FSHD dirasakan sebelum usia 20 tahun. Gejala yang dirasakan antara lain:

  • Kelemahan otot yang dirasakan di area mata dan mulut, bahu, perut, lengan atas, dan kaki.
  • Tulang dada berubah jadi cekung
  • Pergelangan tangan sulit digerakkan
  • Kelelahan kronis
  • Nyeri yang parah
  • Kaki tidak bisa diluruskan atau ditekuk

Pada beberapa kasus, gangguan fungsi otot juga bisa menyebar hingga ke paru-paru, sehingga membuat kesulitan bernapas.

Diagnosis

Untuk memastikan diagnosis FSHD, ada beberapa pemeriksaan yang akan dilakukan dokter, seperti:

  1. Tes darah

Tes darah dilakukan untuk melihat kadar enzim di tubuh, termasuk enzim creatine kinase dan serum aldolase. Kadar enzim yang lebih tinggi dari normal dapat menjadi tanda adanya masalah otot.

  1. Tes saraf

Jenis pemeriksaan saraf yang dilakukan salah satunya adalah EMG (elektromiografi). Tes ini dilakukan untuk melihat apabila ada gangguan impuls listrik pada saraf yang mengatur otot. 

Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan refleks dan koordinasi.

  1. Biopsi otot

Biopsi otot dilakukan dengan mengambil sampel otot untuk dilihat apabila ada kelainan pada bentuk maupun struktur otot.

  1. Tes genetik

Tes genetik dilakukan untuk mengonfirmasi bahwa gejala yang dialami memang FSHD dan bukan disebabkan oleh gangguan otot yang lain.

Pengobatan

Hingga saat ini belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan FSHD. Namun, ada beberapa penanganan yang bisa dilakukan untuk meredakan gejala, seperti:

  • Terapi fisik
  • Pemasangan alat untuk mendukung pergerakan otot yang lemah, misalnya korset untuk menopang otot perut.
  • Sepatu khusus yang bisa membantu pasien latihan berjalan dan mengurangi risiko jatuh.
  • Operasi untuk memperbaiki pergerakan di bahu.
  • Orang dengan FSHD memiliki ekspetasi harapan hidup yang sama dengan kebanyakan orang.

FSHD dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan tugas sehari-hari. Namun, dengan pengobatan yang tepat, gejala-gejala yang dirasakan oleh para pengidap bisa membaik. ​ Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan gejala FSHD, penting untuk segera berkonsultasi ke dokter. 

Atur janji temu Anda dengan dokter sekarang juga lewat Chat Whatsapp, halaman Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store. Selain janji temu, Anda juga bisa memantau nomor antrian dan mendapatkan informasi lengkap lainnya di sana.

Multifocal Motor Neuropathy (MMN)

Multifocal Motor Neuropathy (MMN) adalah salah satu jenis penyakit neuromuskular yang menyerang otot akibat gangguan pada saraf. Kondisi ini menyebabkan kelemahan pada tangan dan lengan, namun tidak memicu rasa nyeri. MMN bisa ditangani dengan suntikan IVIg.

Apa Itu Multifocal Motor Neuropathy (MMN)?

Multifocal Motor Neuropathy (MMN) adalah penyakit yang terjadi akibat kerusakan saraf motorik yang mengontrol otot. Saat ini terjadi, saraf jadi kesulitan mengirim sinyal pada otot untuk bergerak, sehingga tangan dan lengan jadi lemah, kram, dan kedutan, sehingga sulit digerakkan. 

Kondisi ini tidak membahayakan nyawa dan bisa diobati selama mendapatkan penanganan yang tepat. Meski begitu, jika dibiarkan, MMN bisa semakin memburuk dan membuat pengidapnya kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mengetik atau menggunakan pakaian sendiri. 

MMN bisa terjadi di usia dewasa, namun lebih sering menyerang orang berusia 40an dan 50an tahun.

Penyebab 

Pada orang dengan Multifocal Motor Neuropathy, biasanya ada peningkatan kadar antibodi GM1 yang umum ditemukan pada saraf perifer. Antibodi ini dalam kondisi normal akan melindungi tubuh dari virus dan bakteri, namun pada kondisi tertentu, bisa justru berbalik menyerang saraf perifer. 

Gejala

Gejala MMN umumnya pertama kali muncul di tangan dan lengan bagian bawah. Otot-otot di area tersebut akan terasa lemah dan kram hingga berkedut tanpa bisa dikontrol.

Pada kebanyakan pengidapnya, gejala di satu sisi lebih parah dibandingkan sisi yang lain. Jika tidak diobati dengan tepat, gejala bisa menyebar hingga ke kaki. 

Perlu diingat bahwa MMN tidak menyebabkan rasa nyeri seperti penyakit neuromuskular lainnya. Anda juga masih bisa merasakan sensasi di tangan dan lengan karena saraf sensori di tubuh tidak terdampak.

 

Diagnosis

Untuk mendiagnosis Multifocal Motor Neuropathy, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan, seperti:

  1. Pemeriksaan Fisik

Dokter akan melihat kondisi fisik pasien dan mencatat gejala-gejala yang dirasakan. Beberapa hal yang akan dilihat antara lain ada atau tidaknya kesulitan bicara dan menelan, gangguan pada saraf sensori, dan kerja saraf motorik.

  1. EMG

EMG atau elektromiografi adalah pemeriksaan untuk melihat hubungan atau komunikasi antara saraf dan otot. Dokter akan menempatkan jarum tipis di area tubuh yang terdampak untuk melihat impuls listrik saraf di area tersebut. 

Hasil pemeriksaan akan tampak di layar dalam bentuk grafik, dan dokter akan menganalisis grafik untuk melihat ada atau tidaknya aktivitas yang abnormal di saraf dan otot. 

  1. Tes Laboratorium 

Tes laboratorium dilakukan untuk melihat kadar antibodi GM1 di tubuh. Tes ini menggunakan sampel darah.

Pengobatan

Pengobatan untuk kondisi Multifocal Motor Neuropathy adalah intravenous immunoglobulin (IVIg). Pada metode ini, dokter akan menyuntikkan immunoglobulin untuk memperbaiki fungsi saraf motorik pasien.

Pemberian suntikan obat ini dilakukan setiap 2-5 minggu sekali dan tiap kali perawatan, dosisnya akan ditingkatkan.

IVIg bukanlah pengobatan yang bisa menyembuhkan MMN sepenuhnya, namun metode ini bisa memperbaiki fungsi saraf motorik secara bertahap. 

MMN dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan tugas sehari-hari. Namun, dengan pengobatan yang tepat, gejala-gejala yang dirasakan oleh para pengidap bisa membaik. ​ Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan gejala MMN, penting untuk segera berkonsultasi ke dokter. 

Atur janji temu Anda dengan dokter sekarang juga lewat Chat Whatsapp, halaman Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store. Selain janji temu, Anda juga bisa memantau nomor antrian dan mendapatkan informasi lengkap lainnya di sana.

Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (CIDP) 

Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) merupakan salah satu penyakit neuromuskular yang disebabkan gangguan saraf yang mendukung otot. Penyakit ini termasuk jarang terjadi, namun bisa ditangani gejalanya.

Apa Itu CIDP?

Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah penyakit autoimun langka yang menyebabkan imun tubuh menyerang selubung myelin di saraf. Hal ini menyebabkan fungsi saraf yang mengatur kerja otot tubuh jadi terganggu, sehingga memicu kondisi seperti kebas, kesemutan dan kelemahan di kaki serta tangan.

CIDP juga bisa menyebabkan pengidapnya tidak bisa berjalan, karena tubuh kehilangan kemampuan refleks serta keseimbangan.

Penyakit ini diduga ada hubungannya dengan gangguan neuromuskular yang lain yaitu Guillain-Barré syndrome (GBS). Bedanya, GBS bersifat akut, sementara CIDP bersifat kronis dan dapat memburuk seiring berjalannya waktu. Jumlah pengidap GBS lebih banyak dibanding CIDP.

CIDP terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

  • Multifocal motor neuropathy: hanya menyebabkan kelemahan otot yang asimetrik (menyerang beberapa bagian tubuh berbeda)
  • Lewis-Sumner neuropathy: menyebabkan kelemahan otot asimetrik dan gangguan sensori
  • Pure sensory CIDP: menyebabkan kebas, nyeri, gangguan keseimbangan, dan pola jalan jadi abnormal. Tidak menyebabkan kelemahan otot.
  • Pure motor CIDP: menyebabkan kelemahan otot simetris dan kehilangan refleks tetapi tidak menyebabkan gejala sensori. 

Gejala

Berikut beberapa gejala CIDP yang paling umum terjadi:

  • Gangguan pada otot pinggul dan paha, bahu dan lengan atas, tangan, serta kaki
  • Berkurangnya massa otot pada bagian tubuh yang terdampak (ukurannya jadi lebih kecil)
  • Tubuh tidak seimbang
  • Refleks hilang
  • Nyeri akibat kerusakan saraf
  • Sulit menelan
  • Penglihatan menjadi berbayang

Gejala-gejala di atas biasanya akan memburuk seiring berjalannya waktu. 

Penyebab

CIPD terjadi karena adanya kerusakan pada sistem imun, sehingga bukannya melindungi, malah justru menyerang bagian tubuh yang sehat. Pada gangguan ini, yang diserang adalah selubung myelin.

Selubung myelin adalah lapisan yang mengelindungi sel saraf bagian axon. Lapisan ini yang melancarkan perjalanan impuls listrik saraf. 

Ketika myelin rusak, maka impuls listrik saraf pun terganggu. Ini membuat perintah saraf tidak sampai ke tujuan, dalam hal ini otot, sehingga memicu gejala-gejala di atas.

Diagnosis 

CIPD dapat didiagnosis melalui beberapa pemeriksaan, seperti:

  • Tes darah dan urine
  • Elektromiografi (EMG) yang melibatkan nerve conduction study untuk melihat seberapa parah kerusakan myelin di saraf tepi. 
  • Tes pungsi lumbal untuk melihat kadar protein tertentu yang terkait dengan CIPD
  • Biopsi saraf untuk melihat ada atau tidaknya perubahan pada struktur saraf
  • MRI untuk melihat peradangan pada akar saraf

Pengobatan

Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) bisa ditangani dengan:

  1. Pemberian kortikosteroid

Obat ini bisa membantu meredakan peradangan, sehingga gejala yang dirasakan bisa berkurang. Namun, penggunaan kortikosteroid jangka panjang bisa memicu berbagai efek samping serius.

  1. Plasmaferesis

Prosedur untuk memisahkan plasma dari darah. Plasma yang sudah terpisah kemudian 

  1. Intravenus Immunoglobulin Therapy (IVIG)

Pasien akan diberikan immunoglobulin, protein yang membuat sistem imun secara natural menyerang patogen penyebab penyakit. Pemberian IVIG dapat mengurangi serangan sistem imun pada myelin yang sehat. 

CIPD dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan tugas sehari-hari. Namun, dengan pengobatan yang tepat, gejala-gejala yang dirasakan oleh para pengidap bisa membaik. ​ Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan gejala CIPD, penting untuk segera berkonsultasi ke dokter. 

Atur janji temu Anda dengan dokter sekarang juga lewat Chat Whatsapp, halaman Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store. Selain janji temu, Anda juga bisa memantau nomor antrian dan mendapatkan informasi lengkap lainnya di sana.

Need Help? Chat with us!
Start a Conversation
Hi! Click one of our members below to chat on WhatsApp
We usually reply in a few minutes