Penyakit autoimun dianggap sebagai kondisi yang tidak dapat disembuhkan, karena pengobatan yang dijalani umumnya bertujuan hanya untuk mengatur gejala. Namun, saat keluhan yang dirasakan sudah sangat parah bahkan hingga memicu kondisi krisis, ada satu terapi yang dapat dilakukan, yaitu plasmapheresis atau yang sering juga disebut sebagai cuci plasma darah.
Salah satu kondisi autoimun langka yang bisa menimbulkan gejala parah adalah myasthenia gravis (MG). Pada kondisi krisis, kelemahan otot yang terjadi bisa menyebar hingga ke seluruh tubuh, termasuk ke otot pernapasan, hingga menyebabkan gagal napas. Krisis myasthenia gravis dapat ditangani dengan plasmapheresis.
Plasmapheresis, Terapi Cuci Plasma yang Masih Langka
Plasmapheresis adalah jenis dari apheresis, yaitu prosedur yang memungkinkan dokter untuk membuang atau mengganti komponen-komponen darah. Untuk mengobati suatu penyakit, terkadang dokter perlu membuang atau mengganti salah satu dari komponen darah tersebut. Dalam plasmapheresis, komponen darah yang dibuang atau diganti adalah plasma.
Plasma adalah bagian cair dari darah yang mengandung antibodi. Sejatinya, antibodi bertugas untuk melindungi tubuh. Namun, pada kondisi MG, antibodi justru menyerang sel-sel sehat dan menimbulkan gejala-gejala yang mengganggu.
Dalam prosedur terapi cuci plasma atau plasmapheresis, plasma akan dipisahkan dari sel darah merah dengan menggunakan mesin khusus. Kemudian, plasma tersebut akan dibuang dan diganti dengan cairan pengganti. Tujuannya adalah membuang antibodi yang abnormal, sehingga gejala-gejala parah dari kondisi MG bisa mereda dan kondisi pasien membaik.
“Plasmapheresis bisa dilakukan untuk menangani gejala-gejala parah dari krisis MG. Dengan melakukan terapi cuci plasma darah ini, gejala-gejala dari krisis MG bisa diredakan,” ucap Erwin Suyanto, Public Relation Mandaya Hospital Group.
Walaupun bisa meredakan gejala-gejala parah dari MG, terapi ini tidak bisa menggantikan peran dari obat-obatan yang sudah diresepkan oleh dokter. Dokter Luh Ari Indrawati, Sp.N, Subsp. E.N.K.(K), dokter spesialis saraf yang ahli dalam penanganan penyakit autoimun saraf seperti myasthenia gravis menyebutkan bahwa meski sudah menjalani cuci plasma darah, pemberian obat rutin tetap perlu dilanjutkan. “Tujuan dari plasmapheresis adalah kita ingin meredakan krisisnya terlebih dahulu. Namun untuk obat rutinnya seperit immunosupresan tetap akan diberikan,” jelas dokter yang pernah menempuh pendidikan di Jepang ini.
RS Mandaya Royal Puri memiliki tim plasmapheresis yang komprehensif. Selain dokter saraf yang ahli dalam menangani penyakit-penyakit saraf autoimun langka seperti dr. Luh Ari, ada juga tim dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi medik (Sp.PD-KHOM) yang terampil dan berpengalaman dalam melakukan terapi cuci plasma, yaitu dr. Toman T.J Lumban Toruan, Sp.PD-KHOM dan dr. Alvin Tagor Harahap, Sp.PD-KHOM.
Selain itu, penanganan penyakit autoimun saraf di RS Mandaya Royal Puri didukung dengan peralatan medis canggih dan fasilitas laboratorium yang komprehensif, seperti tes antibodi Anti-MuSK dan tes genetik menggunakan whole genome sequencing maupun whole exome sequencing. Dengan begitu, pasien bisa mendapatkan diagnosis yang tepat dan pengobatan yang dijalani bisa membuahkan hasil maksimal.
“Perpaduan antara peralatan medis yang canggih, fasilitas laboratorium yang lengkap, serta tim dokter yang ahli di bidangnya mampu menghadirkan layanan terapi cuci plasma yang komprehensif untuk pasien autoimun,” tegas Erwin.
Selain digunakan untuk penyakit autoimun, terapi cuci plasma atau plasmapheresis juga bisa dilakukan untuk kanker darah, seperti multiple myeloma, yaitu kanker yang terbentuk dalam sel plasma.
Kisah Keberhasilan Terapi Cuci Plasma untuk Penyakit Autoimun Langka di RS Mandaya Royal Puri
RS Mandaya Puri telah berhasil melakukan tindakan terapi cuci plasma untuk menangani pasien MG yang sempat mengalami krisis MG berupa gagal napas. Pasien tersebut bahkan sudah masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Hasil dari terapi cuci plasma darahnya sangat baik dan menjanjikan.
“Berdasarkan pemeriksaan awal, nilai keparahan gejala pasien tersebut adalah 37 dari maksimal 50 berdasarkan pemeriksaan MGSC (Myasthenia Gravis Symptom Clusters). Setelah pasien tersebut menerima terapi plasmapheresis di Mandaya, skor MGSC turun menjadi 0 dan saat ini kondisinya sudah kembali sehat,” papar dr. Luh Ari.
Kisah keberhasilan terapi cuci plasma untuk penyakit autoimun langka ini menjadi kabar yang membahagiakan. Pasien-pasien MG dengan gejala parah kini tidak perlu lagi jauh-jauh berobat ke luar negeri, karena RS Mandaya Royal Puri sudah memiliki fasilitas dan tim kedokteran yang sangat mumpuni untuk menanganinya.
“RS Mandaya Royal Puri tidak pernah berhenti untuk menghadirkan inovasi-inovasi terbaru dalam dunia medis dan memberikan pelayanan komprehensif kepada pasien, sehingga masyarakat tidak perlu lagi berobat jauh-jauh ke luar negeri karena pengobatan dan tim kedokteran di Indonesia pun sudah sangat mumpuni,” tutup Erwin.