Pernahkah Anda mengalami kaki bengkak setelah perjalanan jauh atau pasca operasi? Hati-hati, jangan langsung memutuskan untuk memijat! Kaki bengkak bisa menjadi tanda kondisi serius yang disebut Deep Vein Thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam, yaitu penyumbatan pembuluh darah yang dapat berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
Contents
Apa Itu Deep Vein Thrombosis (DVT)?
Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah kondisi terbentuknya bekuan darah (trombus) di pembuluh darah vena dalam, terutama di bagian kaki. dr. Suci Indriani, Sp.JP (K), FIHA, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di RS Mandaya Royal Puri menjelaskan, “DVT itu adanya bekuan darah tapi di pembuluh darah vena. Pembuluh darah vena adalah pembuluh darah yang membawa darah balik dari kaki dan organ-organ lain balik lagi ke jantung.”
Menurut data dari Mayo Clinic, DVT paling sering terjadi di vena dalam kaki, paha, atau panggul. Kondisi ini menjadi perhatian serius karena bekuan darah dapat terlepas dan mengalir ke paru-paru, menyebabkan emboli paru (pulmonary embolism) yang bisa berakibat fatal.
Mengapa DVT Makin Sering Terjadi di Era Pandemi?
Sejak pandemi COVID-19, kasus DVT mengalami peningkatan signifikan. dr. Suci mengatakan, “Makin waktu zaman COVID makin mengemuka banget nih penyakitnya. Karena COVID juga menyebabkan salah satu gangguan pembekuan darah. Darah gampang membeku. Jadi sering pasien malah jadi COVID, kakinya bengkak.”
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Blood (2022) mengonfirmasi bahwa pasien COVID-19 memiliki risiko tinggi mengalami pembekuan darah. Studi tersebut menunjukkan bahwa infeksi COVID-19 adalah gangguan tromboinflamasi yang meningkatkan angka venous thromboembolism (VTE), termasuk emboli paru dan DVT. Data dari PMC (2025) mencatat bahwa pada pasien COVID-19, kejadian DVT tercatat mencapai 14,8%.
Menurut studi dari Circulation (2022), risiko DVT tetap meningkat hingga 49 minggu setelah diagnosis COVID-19, dengan hazard ratio 1,99 pada minggu ke-49. Hal ini menunjukkan bahwa dampak COVID-19 terhadap pembekuan darah dapat berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Tiga Penyebab Utama DVT: Mengenal Triad Virchow
dr. Suci menjelaskan bahwa secara teori ada tiga penyebab utama DVT, yang dikenal sebagai Triad Virchow:
1. Gangguan Dinding Pembuluh Darah
“Yang pertama adanya gangguan di dinding pembuluh darah tersebut,” jelas dr. Suci. Gangguan ini biasanya terjadi karena cedera atau prosedur medis seperti pemasangan kateter vena dalam atau akses untuk cuci darah. Menurut Cleveland Clinic, cedera pada vena akibat operasi atau trauma dapat meningkatkan risiko pembentukan bekuan darah.
2. Gangguan pada Darah Itu Sendiri
“Darahnya sendiri bisa ada gangguan, misalnya waktu zaman COVID. Jadi darahnya gampang membeku, seperti hiperviskositas,” tambah dr. Suci. Beberapa orang juga memiliki kelainan bawaan pada faktor pembekuan darah. Seperti yang dijelaskan oleh dokter spesialis, “Ada faktor yang membuat darah kita kalau ada bekuan darah, tubuh kita secara alami akan menghancurkan. Tapi kalau dia defisiensi atau kurang faktor tersebut, itu bisa bikin darahnya jadi kentel, jadi gampang terjadi bekuan darah.”
3. Stasis atau Aliran Darah yang Lambat
“Yang ketiga adalah kalau stasis. Stasis itu artinya darahnya enggak lancar, lambat gerakannya, lambat movementnya,” kata dr. Suci. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi lama, seperti setelah operasi besar. “Misalkan pasien yang menjalani operasi besar seperti operasi total hip replacement, mereka harus bed rest, tidak boleh banyak bergerak, tentu saja darahnya jadi stasis, kurang lancar.”
Data dari Penn Medicine menyebutkan bahwa kurangnya pergerakan untuk waktu lama, seperti duduk saat perjalanan panjang—dapat meningkatkan risiko DVT karena otot betis tidak berkontraksi untuk membantu aliran darah.
Siapa Saja yang Berisiko Tinggi Mengalami DVT?
dr. Suci Indriani mengidentifikasi beberapa kelompok yang harus waspada terhadap DVT:
1. Pasien dengan Riwayat DVT Sebelumnya
“Bengkak yang sudah ada riwayat sebelumnya. Ada juga pasien yang memang ada DVT sebelumnya, misalnya pas zaman COVID pernah nih DVT, sekarang bengkak lagi. Nah itu udah enggak boleh pijit-pijit ya,” tegas dr. Suci.
2. Pasien Pasca Operasi Besar
“Pasien habis menjalani operasi besar yang menyebabkan imobilisasi,” jelas dr. Suci, terutama operasi di pinggul, lutut, atau engkel. Dokter biasanya akan memberikan profilaksis atau obat pengencer darah untuk mencegah DVT pada kasus-kasus ini.
3. Orang dengan Riwayat Keluarga
“Kalau ada riwayat keluarga kita ada masalah DVT, takutnya juga ke kita in the end mungkin bisa kena juga,” kata dr. Suci. Menurut WebMD, faktor genetik seperti Factor V Leiden dan mutasi gen prothrombin dapat meningkatkan risiko pembekuan darah.
4. Pelancong Jarak Jauh
“Pasien yang memang imobilisasi lama, long flight enggak gerak-gerak, itu juga bisa menjadi faktor risiko,” tambah dr. Suci. “Kalau habis pulang long flight kakinya bengkak, harus diperiksa. Jangan asal langsung ke tukang pijit.” NHS UK mencatat bahwa perjalanan lebih dari 3 jam dengan pesawat, kereta, atau mobil meningkatkan risiko DVT.
5. Pasien dengan Penyakit Autoimun
Pasien dengan gangguan autoimun juga rentan mengalami gangguan pembekuan darah sehingga darahnya mudah membeku.
6. Pasien Kanker
“Pasien kanker juga banyak kan belakangan. Jadi kanker itu sendiri kan jahat. Salah satunya juga terhadap darah sendiri, dia menyebabkan darahnya juga gampang membeku,” jelas dr. Suci. “Jadi orang-orang kanker kalau kakinya bengkak enggak usah pakai pikir-pikir dibawa ke tukang pijit. Harus diperiksa karena high likely mungkin jangan-jangan itu karena DVT.”
Penelitian dari StatPearls (2023) mengonfirmasi bahwa pasien dengan kanker aktif memerlukan tromboprofilaksis karena peningkatan risiko tromboemboli.
Membedakan Kaki Bengkak karena DVT dengan Kondisi Lain
Banyak orang keliru mengira semua kaki bengkak sama. dr. Suci menjelaskan perbedaannya:
“Kalau keseleo kan lebih karena biasanya di sendi ya, jadi bengkaknya localize di sendi tertentu yang mengalami cedera sebelumnya. Jadi ada riwayat cedera,” jelas dr. Suci. “Nah kalau DVT itu biasanya bisa juga ada riwayat cedera atau riwayat operasi. Kalau tiba-tiba habis operasi, berarti kan ada insult tertentu, stimulasi tertentu, tiba-tiba kakinya bengkak. Nah itu yang harus diperiksa gitu dan bentuk bengkaknya juga berbeda biasanya.”
Gejala DVT yang perlu diwaspadai menurut Mayo Clinic meliputi:
- Pembengkakan di tungkai, biasanya hanya satu sisi
- Nyeri di tungkai yang terasa seperti kram
- Area yang bengkak terasa lebih hangat
- Perubahan warna kulit di area yang bengkak
Penting untuk diingat bahwa menurut USA Vein Clinics, sekitar setengah dari kasus DVT tidak menunjukkan gejala yang jelas hingga terjadi komplikasi seperti emboli paru.
Cara Mendiagnosis DVT dengan Tepat
dr. Suci Indriani menekankan pentingnya pemeriksaan yang tepat: “Paling gampangnya periksanya ya harus dilihat apakah bentukan kakinya bengkaknya gimana. Kemudian dilakukan perasat-perasat oleh dokter, diperiksa.”
Jika ada kecurigaan DVT, pemeriksaan lanjutan meliputi:
1. Pemeriksaan Laboratorium
“Yang sesimpelnya paling gampang diperiksa laboratorium. D-dimer tuh yang lagi kan sejak zaman COVID, tiap bentar dikit kaki bengkak, orang-orang kayak otomatis pengen D-dimer gitu,” kata dr. Suci.
D-dimer adalah produk degradasi fibrin yang menandakan adanya aktivitas pembekuan dan pemecahan bekuan darah. Menurut Journal of the American Heart Association, peningkatan D-dimer adalah temuan paling konsisten pada pasien COVID-19, terutama yang mengalami penyakit berat.
2. Pemeriksaan Ultrasound (USG)
“Yang kedua adalah pemeriksaan ultrasound atau USG pembuluh darah, nanti itu ditelusuri problemnya apakah pembuluh darahnya bocor atau mampet. Nah itu bisa kelihatan,” jelas dr. Suci.
Cleveland Clinic menyebutkan bahwa Duplex ultrasound adalah salah satu metode utama untuk mendiagnosis DVT karena dapat menunjukkan aliran darah melalui vena.
Pengobatan DVT: Dari Medikamentosa hingga Kateterisasi
Setelah diagnosis ditegakkan, ada beberapa pilihan pengobatan. dr. Suci menjelaskan:
“Secara umum pengobatannya bisa dilakukan dengan banyak teknik, mulai dari teknik aspirasi atau menyedot bekuan darah tersebut,” kata dr. Suci.
Pilihan pengobatan meliputi:
1. Terapi Invasif Minimal (Kateterisasi)
- Aspirasi atau penyedotan bekuan darah
- Menghancurkan bekuan kemudian disedot
- Pemberian obat trombolitik.
2. Terapi Medikamentosa (Obat-obatan)
“Yang kedua ya secara dengan obat saja atau medikamentosa dengan minum pengencer darah atau disuntikin pengencer darah,” tambah dr. Suci.
Penn Medicine menyebutkan bahwa terapi lini pertama untuk DVT adalah terapi trombolitik menggunakan obat antikoagulan untuk mengencerkan darah. Sebagian besar pasien mengonsumsi obat pengencer darah setidaknya selama tiga bulan setelah mengalami DVT.
Jenis obat antikoagulan yang umum digunakan menurut StatPearls (2023):
- Heparin intravena – bekerja segera untuk pasien rawat inap
- Low molecular weight heparin – injeksi 1-2 kali sehari, pasien tidak harus rawat inap
- Warfarin – tablet oral, memerlukan beberapa hari untuk mulai bekerja
- Rivaroxaban, apixaban, dabigatran, edoxaban – inhibitor faktor Xa yang lebih baru
Bahaya Komplikasi DVT: Emboli Paru yang Mengancam Nyawa
Komplikasi paling serius dari DVT adalah emboli paru (pulmonary embolism/PE). Menurut Mayo Clinic, emboli paru terjadi ketika bekuan darah terlepas dan mengalir melalui aliran darah ke paru-paru, menyumbat aliran darah. Kondisi ini dapat berakibat fatal.
Gejala emboli paru yang memerlukan pertolongan darurat menurut WebMD:
- Sesak napas mendadak
- Nyeri dada yang memburuk saat bernapas dalam atau batuk
- Batuk darah
- Detak jantung cepat atau tidak teratur
- Pusing atau pingsan
Cleveland Clinic mencatat bahwa walaupun DVT sendiri tidak mengancam jiwa, bekuan darah memiliki potensi untuk terlepas dan berjalan melalui aliran darah ke paru-paru.
Data dari StatPearls menunjukkan bahwa tingkat kematian terjadi pada sekitar 6% kasus DVT dan 12% kasus emboli paru dalam satu bulan setelah diagnosis. Selain itu, sindrom post-trombotik terjadi pada 43% pasien dua tahun setelah DVT.
Pencegahan DVT: Langkah-langkah yang Bisa Anda Lakukan
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Berikut langkah-langkah pencegahan DVT menurut NHS UK dan Cleveland Clinic:
Untuk Perjalanan Jauh:
- Bangun dan berjalan setiap 1-2 jam
- Lakukan gerakan kaki: gerakkan jari kaki ke atas dan ke bawah, putar pergelangan kaki
- Minum banyak air
- Hindari alkohol
- Kenakan pakaian longgar
- Pertimbangkan stoking kompresi jika direkomendasikan dokter
Setelah Operasi:
- Bergerak sesegera mungkin setelah operasi
- Gunakan stoking kompresi jika diresepkan dokter
- Ikuti rekomendasi dokter tentang obat pengencer darah profilaksis
- Lakukan latihan kaki yang dianjurkan tim medis
Untuk Pencegahan Umum:
- Jaga berat badan ideal
- Berhenti merokok
- Tetap aktif dan berolahraga teratur
- Jika memiliki faktor risiko, konsultasikan dengan dokter tentang obat pencegahan
Mengapa Memilih RS Mandaya Royal Puri untuk Penanganan DVT?
RS Mandaya Royal Puri, berlokasi di Jakarta Barat, merupakan rumah sakit rujukan dengan fasilitas lengkap untuk diagnosis dan penanganan penyakit jantung dan pembuluh darah. Rumah sakit ini telah meraih berbagai penghargaan bergengsi, termasuk:
- “Most Comprehensive Neurology Service Hospital” pada CNBC Awards 2024 Best Healthcare
- “Most Comprehensive Breast and Cancer Center Hospital” pada CNBC Awards 2023
- “Neurology Service Provider of the Year in Indonesia” pada GlobalHealth Indonesia Summit Conference & Awards 2025
Dengan tim dokter spesialis berpengalaman seperti dr. Suci Indriani, Sp.JP (K), FIHA yang merupakan ahli jantung dan pembuluh darah, serta dilengkapi teknologi diagnostik canggih seperti USG pembuluh darah dan laboratorium lengkap, RS Mandaya Royal Puri menjadi pilihan tepat untuk deteksi dan penanganan DVT.
Deep Vein Thrombosis adalah kondisi serius yang memerlukan penanganan medis segera. Seperti yang ditekankan oleh dr. Suci Indriani, kaki bengkak bukan kondisi sepele yang bisa langsung dipijat. Jika Anda mengalami kaki bengkak, terutama setelah:
- Perjalanan jauh
- Operasi besar
- Infeksi COVID-19
- Atau memiliki faktor risiko lain
Segera periksakan ke dokter spesialis. Deteksi dan pengobatan dini dapat mencegah komplikasi fatal seperti emboli paru. Jangan tunggu sampai terlambat—kaki bengkak bisa menjadi tanda awal masalah yang lebih serius.
Untuk konsultasi lebih lanjut tentang DVT atau masalah pembuluh darah lainnya, Anda dapat mengunjungi RS Mandaya Royal Puri.
Untuk mempermudah kunjungan Anda, gunakan fitur Chat melalui Whatsapp, Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store untuk mempermudah kunjungan, melihat nomor antrian, dan mendapatkan informasi lengkap lainnya.

