Lupus dikenal sebagai penyakit seribu wajah karena gejalanya yang sangat beragam dan dapat menyerang berbagai organ tubuh. Menurut dr. Gantira Wijayakusumah Danasasmita, Sp.PD, Subsp.R(K), dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan reumatologi di RS Mandaya Royal Puri, lupus adalah salah satu penyakit autoimun yang dapat menyerang hampir seluruh bagian tubuh, mulai dari kulit hingga organ dalam seperti darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, dan otak. Pada penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi diri dari infeksi justru berbalik menyerang jaringan tubuh sendiri.
Contents
Apa itu penyakit lupus?

Berdasarkan penuturan dr. Gantira, lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun sistemik yang berarti dapat memengaruhi seluruh organ tubuh. Penyakit ini berbeda dengan penyakit keturunan (herediter), meskipun faktor genetik memiliki peran penting dalam meningkatkan kerentanan seseorang terhadap lupus. Jika ada anggota keluarga yang memiliki penyakit autoimun, maka anggota keluarga lainnya berisiko lebih tinggi mengalami penyakit autoimun juga, baik yang sama maupun yang berbeda.
Masih menurut dr. Gantira, lupus umumnya muncul pada usia muda, terutama antara USIA 20-40 tahun, dan lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria. Dalam beberapa kasus, lupus juga dapat muncul pada anak-anak dan bertahan hingga dewasa, namun sangat jarang ditemukan pada usia lanjut.
Baca juga: Dokter Spesialis Lupus dan Autoimun di Tangerang dan Jakarta Barat
Gejala lupus
Menurut dr. Gantira, gejala lupus sangat bervariasi tergantung pada organ yang terkena. Namun, ada beberapa gejala khas yang perlu diwaspadai, seperti:
- Ruam berbentuk kupu-kupu di wajah (butterfly rash), yang muncul di area pipi dan hidung.
- Nyeri sendi atau kekakuan pada persendian.
- Gangguan fungsi ginjal pada usia muda, yang bisa menjadi tanda lupus menyerang organ dalam.
Selain itu, penderita lupus juga dapat mengalami kelelahan ekstrem, demam, rambut rontok, sariawan, hingga pembengkakan pada beberapa bagian tubuh.
Karena gejalanya bisa menyerupai penyakit lain, lupus sering kali sulit didiagnosis tanpa pemeriksaan medis yang komprehensif.
Penyebab dan faktor risiko lupus
Menurut dr. Gantira, penyebab pasti lupus belum diketahui hingga saat ini. Namun, ada beberapa faktor yang diduga berperan dalam memicu munculnya penyakit ini, di antaranya:
- Faktor genetik, terutama bila terdapat riwayat penyakit autoimun dalam keluarga.
- Hormon, khususnya hormon estrogen yang lebih dominan pada wanita.
- Faktor lingkungan, seperti paparan sinar matahari berlebihan atau polusi udara.
- Riwayat kesehatan dan gaya hidup, seperti stres berkepanjangan, kebiasaan merokok, atau memiliki penyakit autoimun lain.
Faktor-faktor tersebut dapat memicu sistem kekebalan tubuh menjadi terlalu aktif, sehingga menyerang jaringan tubuh sendiri dan menimbulkan peradangan pada berbagai organ.
Pengobatan lupus di RS Mandaya Royal Puri
Berdasarkan penjelasan dr. Gantira, pengobatan lupus bertujuan untuk mengendalikan peradangan dan mencegah kerusakan organ. Terapi utama yang digunakan adalah obat imunosupresan, yaitu obat yang berfungsi menekan sistem kekebalan tubuh agar tidak menyerang jaringan tubuh sendiri.
Jenis obat yang digunakan akan disesuaikan dengan organ yang terdampak. Dalam beberapa kasus, jika pemberian obat imunosupresan tidak memungkinkan, misalnya karena adanya infeksi aktif, dokter dapat menggunakan teknik plasmaferesis, yaitu proses penyaringan darah untuk mengurangi zat-zat penyebab peradangan. Teknik ini juga sering diterapkan pada pasien lupus yang mengalami gangguan darah, seperti penurunan trombosit atau anemia hemolitik.
Menurut dr. Gantira, target utama pengobatan lupus adalah mencapai remisi, yaitu kondisi ketika gejala lupus mereda atau tidak aktif. Lama waktu untuk mencapai remisi berbeda pada setiap pasien, tergantung pada tingkat keparahan dan organ yang terkena. Lupus yang hanya menyerang kulit umumnya lebih cepat mencapai remisi dibandingkan lupus yang menyerang organ besar seperti ginjal atau sistem saraf.
Pentingnya kepatuhan dan dukungan keluarga untuk pasien lupus
Berdasarkan penuturan dr. Gantira, perjalanan pengobatan lupus bersifat jangka panjang, sehingga membutuhkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi. Tantangan yang sering muncul adalah rasa jenuh atau burnout, baik dari pasien maupun keluarga pendamping. Namun, dr. Gantira menegaskan bahwa pengobatan yang tidak dijalankan secara rutin justru dapat memperparah kondisi dan menyebabkan kerusakan organ yang lebih luas.
Dengan dukungan keluarga serta kepatuhan menjalani terapi, banyak pasien lupus yang dapat mencapai remisi dan tetap menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik. Menurut dr. Gantira, pasien lupus yang rutin menjalani pengobatan memiliki peluang besar untuk hidup produktif tanpa sering mengalami flare-up atau kekambuhan gejala.
Profil dan jadwal praktek dr. Gantira di RS Mandaya Royal Puri

dr. Gantira menyelesaikan pendidikan dokter umum di Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI), kemudian melanjutkan pendidikan Spesialis Penyakit Dalam serta Subspesialis Reumatologi di Universitas Indonesia.
Beliau merupakan dokter spesialis penyakit dalam yang memiliki keahlian di bidang reumatologi, yaitu cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada diagnosis dan pengobatan penyakit yang menyerang sendi, otot, tulang, serta jaringan ikat, seperti lupus, rematik, artritis, gout, dan berbagai penyakit autoimun lainnya.
Sebagai seorang konsultan reumatologi, dr. Gantira juga telah menempuh pendidikan subspesialis tingkat lanjut dan diakui memiliki kompetensi tinggi sebagai ahli dalam menangani berbagai gangguan autoimun dan reumatologis.
dr. Gantira Wijayakusumah Danasasmita, Sp.PD, Subsp.R(K) bisa ditemui di RS Mandaya Royal Puri pada:
- Selasa: 15.00 – 18.00 WIB
- Jumat: 10.00 – 13.00 WIB
- Sabtu: 15.00 – 18.00 WIB
Untuk mempermudah kunjungan Anda ke RS Mandaya Royal Puri dan bertemu dr. Gantira, gunakan fitur Chat melalui Whatsapp, Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store untuk mempermudah kunjungan, melihat nomor antrian, dan mendapatkan informasi lengkap lainnya.
Narasumber: dr. Gantira Wijayakusumah Danasasmita, Sp.PD, Subsp.R(K)

